Lihat ke Halaman Asli

Bayu Prasetiyo

Pendaki Rabun Senja

Pendakian Mistis Gunung Merbabu

Diperbarui: 20 Agustus 2019   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Gunung Merbabu via selo tahun 2013 lalu bukanlah yang sekarang yang ramai pendaki bagai pasar bubrah, jalurnya sudah melebar dan terlihat jelas bahkan cenderung rusak tergerus sepatu kece para pendaki, kondisi ini sangat berbeda pada masa itu.

Perjalanan bermula dari basecamp tempat registrasi sekitar pukul 13.30 dengan sebelumnya saya sudah bertanya ke petugas tentang rute dan jalur yg harus diwaspadai.

Saya berjalan seorang diri dan benar sendiri tidak ada barengan pendaki lain dan hanya bertemu pendaki yang turun gunung itupun bisa dihitung jari, maklum saat itu musim hujan badai, saatnya sebagian besar para petualang berhibernasi diruang yang nyaman, tapi tidak bagi saya.

Perjalanan mistis dimulai saat memasuki pos 1, ditemani hujan gerimis dan semilir angin tidak lupa kabut tipis dengan setia menyelimuti sedari awal. Sepanjang jalan tercium aroma melati dan seperti ada rasa diikuti dari belakang kadang juga dari samping tapi saya tidak langsung berfikir negatif. Sambil berjalan saya sambil melihat kanan kiri apa ada bunga melati yg tumbuh dan mekar dijalur ini? Karna aromanya cukup lama mengikuti. Dan ternyata saya tidak menemukannya atau mungkin tersembunyi dibalik ilalang.

Lepas dari parfum wangi melati, di Pos 2 saya lewati begitu saja sambil menyapa, ada bangunan berupa gubuk sederhana dan diisi beberapa orang yg sedang berteduh. Jalur sudah mulai menanjak dan sangat licin, terkadang saya harus menggemburkan tanah padat dengan ujung trekking pole yg licinnya mirip ubin basah , dengan maksud agar sepatu dapat grip yang baik dan tidak terperosok kesemak-semak yang ga tau dibawahnya ada apa. Di tengah perjalanan saya melihat bayangan hitam mirip kingkong yg berdiri tegak hampir setinggi pohon besar yang muncul perlahan dan hilang secara perlahan, tapi saya menganggap itu hanya halusinasi karna fisik yg terkuras, walaupun dari awal kemunculannya sampai hilang saya perhatikan dengan jelas.

Saya terus berjalan walau Kaki sudah mulai gemetar menahan beratnya beban dan suhu tubuh kian menurun karna hujan dan angin kencang, belakangan saya ketahui kesalahan ada pada manajemen logistik. Bisa dibayangkan logistik untuk pendakian 3 gunung atau 6 hari saya bawa naik semua termasuk oleh-oleh untuk teman dijogja beserta baju ganti untuk mejeng dikota yang total beratnya lebih dari 25kg didukung ransel deuter aircontact pro 70+15L full extention. Lanjuut

Saya tetap meneruskan perjalanan sampai menemukan sebuah tempat yg cukup untuk mendirikan 2 tenda meskipun itu bukan tempat yg ideal, ada bekas sisa api unggun yang mungkin itu dari pendaki dihari sebelumnya. Seperti biasa sebelum mendirikan tenda saya membersihkan alas tanah dari kerikil dan ranting pohon, disaat itu tiba-tiba saya terdiam dalam lamunan dan muncul bayang-bayang dipikiran sembari ada yang berbisik, yang intinya saya tidak boleh tinggal disitu dan harus melanjutkan perjalanan. Bayangan dipikiran itu sangat jelas menggambarkan apa yg terjadi dimalam sebelumnya dan apa sebabnya saya tidak boleh tinggal disitu.

Baiklah saya ikuti saja pesan tersebut dengan keyakinan dan terus berdo'a agar dikuatkan dan tidak disesatkan, sebab didepan mata terpampang tanjakan terjal nan panjang, ada sekitar 2 atau 3 jalur ditanjakan itu yg mengharuskan pilih salah  satu. Saya pilih dengan mantap dan menapak dengan penuh keyakinan satu jalur tersebut dan ternyata itu adalah tanjakan terakhir ke pos selanjutnya, lepas dari vegetasi hutan.

Sekitar pukul 18.00 sampailah saya disebuah tanah lapang yang cukup menampung puluhan tenda, tak pikir panjang saya langsung bongkar ransel dan mengeluarkan tenda lalu memasangnya. Saat memasang tenda ada beberapa orang yang turun tergesa dari atas sepertinya mereka pintas jalur, naik dari pintu pendakian lain lalu ingin turun ke selo,  mereka juga tergesa memasang tenda tidak jauh dari tenda saya, tidak lama berselang terlihat lagi dari atas ada seorang wanita yg berjalan turun tertatih dengan bantuan rekan-rekannya dan orang yg memasang tenda tadi termasuk dari golongannya. Diketahui setelah saya berada didalam tenda wanita tersebut terdengar meracau tak karuan bercampur suara rekan yg berusaha menyadarkan, ada kalimat yg saya tangkap dari ocehan wanita tersebut "saya suka wanita ini, saya ingin bawa dia". Dari situ saya mulai ga nyaman dengan suasana tersebut. 

Padahal saat itu hujan mulai reda dan kabut mulai sirna, hanya buka pintu tenda saja kita bisa lihat pemandangan yang indah menakjubkan apalagi sambil ditamani segelas kopi dan sebatang rokok. Ya, Pemandangan gunung merapi yg berdiri gagah diterangi sinar rembulan dan diiringi nyanyian alam khas raungan angin merbabu. Dengan terpaksa saya sudahi keindahan malam ini dengan menutup pintu tenda dan kembali keperaduan.

Saya mencoba untuk tidur tapi pikiran mulai berkecamuk, mereka yg ramai saja kesulitan menyembuhkan 1 orang yg kesurupan, bagaimana saya yg seorang diri? Gimana jadinya kalau saya yg kesurupan? Siapa yg nyembuhin? Dimana klinik tongfang?. Dan pada akhirnya saya tertidur.
Saat tengah malam saya terbangun mendengar suara obrolan diluar tenda, ternyata mereka pendaki yg sedang istirahat. saya lihat dan sapa mereka sambil bertanya mau kemana?. Singkat cerita saya akhirnya ikut nanjak dengan mereka yg berjumlah 4 orang.
Pendakian merbabu selesai dengan jejak yg tertinggal di puncak triangulasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline