Lihat ke Halaman Asli

Lebih Mudah Mengurus Rumah Tangga Tanpa Uang Tunai

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14288457491531599158

Rhenald Kasali dalam tulisannya di Sindo berjudul “Berakhirnya Bank (yang Kita Kenal)” mengungkapkan bahwa kita sedang memasuki era baru perbankan. Bank yang dahulu dikenal sebagai tempat penyimpanan uang dan penyedia uang saat dibutuhkan, akan segera berakhir. Menurut penggagas Rumah Perubahan itu, tinggal 3% nasabah yang bertransaksi melalui kantor cabang bank dan itupun hanya 1—2 kali per tahun. Transaksi melalui layanan elektronik justru lebih massif terjadi dan intensitasnya bahkan mencapai 20—30 kali per bulan per orang. Artinya, masyarakat kian tidak memerlukan uang tunai. Bank bertransformasi menjadi penyedia layanan keuangan, bukan penyedia uang.

Para ibu dan istri yang mengatur keuangan rumah tangga lambat laun juga tidak lagi memerlukan uang tunai. Keuntungan yang diperoleh jika tidak menggunakan uang tunai antara lain merasa lebih aman, pengelolaan uang lebih teratur, dan lebih praktis.

Dengan tidak menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di rumah atau membawa uang saat berbelanja, risiko kehilangan pun berkurang seiring dengan tidak adanya uang tunai sebagai pemicunya. Para ibu dan istri juga dapat mengatur keuangan lebih baik karena setiap pengeluaran tercatat dengan jelas. Bahkan catatan pembayaran rutin dapat dijadikan acuan perencanaan keuangan. Tidak ada lagi kesulitan yang timbul karena uang tiba-tiba habis karena lupa dibelanjakan untuk apa. Selain itu, aktivitas belanja juga lebih menyenangkan. Tidak perlu menghitung dan merapikan uang karena semua sudah jelas terekam.

Contoh yang lebih besar lagi adalah saat akan melakukan pembelian barang yang nilainya besar, semisal rumah, mobil, barang elektronik mewah, dan sebagainya. Ibu-ibu yang keluar dari bank dan membawa uang banyak pasti merasa khawatir dan waswas. Berbeda halnya jika transaksi dilakukan nontunai, cukup sampaikan “Nanti ditransfer ya,” hati pun tenang.

Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran telah mengizinkan berbagai model layanan pembayaran nontunai: transfer dana, menggunakan alat pembayaran menggunakan kartu / APMK (kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit), dan dengan memakai uang elektronik.

[caption id="attachment_409539" align="aligncenter" width="490" caption="Klasifikasi layanan pembayaran nontunai di Indonesia. (Bank Indonesia)"][/caption] Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana dari simpanan pemegang kartu pada bank, sedangkan kartu debet digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi dengan cara mengurangi simpanan pemegang kartu pada bank. Kartu ATM dan debet pada dasarnya adalah dua APMK yang berbeda.

Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 14/2/PBI/2012 telah mewajibkan bank untuk mengajukan izin terpisah bagi kedua jenis kartu tersebut. Akan tetapi bank yang telah mendapatkan kedua izin, umumnya menggabungkan fungsi kartu ATM dan kartu debet dalam sebuah kartu saja, lebih praktis.

[caption id="" align="aligncenter" width="262" caption="Ilustrasi / Pemakaian kartu ATM. (hidayatullah.com)"]

Ilustrasi / Pemakaian kartu ATM. (hidayatullah.com)

[/caption]

Kartu ATM/debet dapat digunakan untuk melakukan pembayaran tagihan bulanan—seperti air, listrik, dan telepon pascabayar, atau untuk membeli token listrik prabayar dan pulsa seluler prabayar—di mesin ATM. Praktis, tidak perlu berkeliling ke loket-loket pembayaran masing-masing. Bahkan, beberapa bank juga menyediakan layanan autodebet, jadi para ibu tidak perlu lagi mengingat kapan jatuh tempo tiap tagihan dan berapa nomor akun masing-masing.

Selain itu, kartu ATM/debet bisa digunakan saat berbelanja pada toko fisik dalam jumlah yang cukup besar. Membeli pakaian, barang elektronik, dan mebel pun mudah, cukup serahkan kartu lalu masukkan PIN (personal identification number). Tidak perlu repot membawa-bawa uang.

Jika sudah terdaftar dalam layanan internet banking, mobile banking, atau sms banking, pembayaran tagihan malah dapat dilakukan darimana pun. Bila suka berbelanja di toko daring, pembayarannya cukup melalui transfer, baik lewat ATM atau fasilitas daring. Ibu-ibu juga bisa memberikan uang saku kepada anaknya yang kuliah di kota lain dengan mudah, ya dengan transfer.

Di samping kartu ATM/debet, ada pula kartu kredit. Kartu kredit bisa digunakan untuk menggantikan kartu ATM/debet, tetapi dengan perbedaan prinsip. Pada kartu kredit, uang yang dibayarkan saat ditransaksi adalah dana talangan dari bank. Pemegang kartu kredit kemudian wajib melakukan pembayaran kepada bank pada tanggal yang disepakati, baik dengan pelunasan langsung maupun dengan angsuran.

Sayangnya, banyak pemegang kartu kredit yang tidak mempertimbangkan dana riil yang mereka miliki saat melakukan transaksi. Pada tanggal jatuh tempo, barulah tersadar bahwa pemakaian terlalu besar dan akhirnya mereka menunggak pembayaran. Diperlukan kedisiplinan tinggi dalam memakai kartu kredit. Maka, lebih aman memakai kartu debet saja, karena uang yang dipakai sudah pasti milik diri sendiri.

Untuk memenuhi kebutuhan ritel yang bersifat nominal kecil, frekuensi sering, digunakan secara massal, dan membutuhkan transaksi yang cepat, uang elektronik sangat cocok digunakan. Uang elektronik adalah alat pembayaran nontunai yang nilainya sama dengan uang tunai yang disetor dan disimpan dalam media berbasis chip atau server. Namun, nilai uang yang ada dalam media uang elektronik bukan merupakan simpanan sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan. Meskipun sama-sama memiki underlying seperti halnya kartu debet, uang elektronik berjenis chip based (berbentuk kartu) tidak perlu diotorisasi dengan PIN saat transaksi. Transaksi pun lebih cepat.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Sosialisasi uang elektronik oleh Bank Indonesia."]

Sosialisasi uang elektronik oleh Bank Indonesia.

[/caption]

Berbagai sektor seperti transportasi, toko modern, dan rumah makan telah menerima uang elektronik sebagai alat pembayaran. Jadi, suami dan anak cukup dibekali uang elektronik untuk keperluan transportasi dan jajan. Semua terkontrol oleh ibu.

Perlu diakui, bahwa dalam kondisi yang paling ideal pun (di kota besar misalnya) uang tunai masih harus digunakan. Belum semua pedagang menerima pembayaran nontunai, utamanya para pedagang tradisional. Namun, seiring dengan makin meluasnya penggunaan alat pembayaran nontunai, pada suatu saat nanti uang tunai tidak perlu dimiliki sama sekali. Swedia sudah berhasil mewujudkan mimpi itu. Tentu para ibu dan istri yang akan sangat terbantu.

Jadi, mari beralih ke transaksi nontunai. Pertama, sampaikan ini kepada suami saat memberikan uang gaji, “Nontunai aja, Pah.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline