Lihat ke Halaman Asli

KPK, OTT, dan Korupsi

Diperbarui: 27 Januari 2017   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KPK, OTT DAN KORUPSI

(Dari Hukum Menuju Politik Aliran)

 

Oleh:

Patrialis Akbar

 

Tahun 2016, KPK telah mengumumkan prestasi melakukan OTT (operasi Tangkap Tangan) sebanyak 16 kasus. Angka OTT sekarang semakin menjadi andalan KPK setelah memang agak sulit menemukan prestasi mengungkap "megakorupsi" dan "mengembalikan kerugian negara" yang menjadi tujuan awal dibentuknya lembaga pemberantasan korupsi yang kuat ini.

Kini, korupsi bukan lagi pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara tetapi pelanggaran etika dan moral karena menerima pemberian orang. Apakah keputusan seorang pejabat melanggar aturan, itu tidak penting atau apakah keuangan negara ada kerugian, itu tidak penting juga. Faktor penting sekarang bergeser adalah pejabat terbukti menerima uang atau tidak.

Sementara itu, hanya ada 1 cara membuktikan penerimaan uang, yaitu dengan menyadap-nya berbulan-bulan dan atau bila perlu menjebaknya. Ini terjadi dalam banyak kasus dan langkah ini memang mendatangkan sensasi yang luar biasa.

Rakyat sekarang sudah lupa, apakah uang mereka balik atau tidak, yang penting mereka bahagia menonton para pejabat ditangkap dan memakai baju oranye. Itu saja cukup dan juga cukup untuk menjaga eksistensi KPK. 16 kasus OTT KPK tahun 2016 tidak melibatkan uang negara 1 rupiah pun.

Sementara itu, OTT bukan metode penegakan hukum pemberantasan korupsi. Sebab di dalamnya banyak tindakan melawan hukum . Sebut contoh kasus Irman dan Patrialis Akbar. Ini adalah penjebakan kepada pejabat negara. Sebab motif penyuap telah dibaca sejak awal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline