Setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban timbal balik terhadap negaranya. Begitu pula sebaliknya, negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negaranya. Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan kepentingan adalah tuntutan individu atau kelompok yang diharapkan dapat dipenuhi. Kewajiban juga mengandung pengertian kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum yang berlaku.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh manusia sebagai tanggung jawab dengan perannya masing-masing. Oleh karena itu, manusia memiliki banyak kewajiban seperti kewajiban kepada Tuhan, kewajiban kepada orang tua, kewajiban kepada keluarga, kewajiban kepada sekolah, kewajiban kepada lingkungan, masyarakat, dan kewajiban kepada negara. Kewajiban terhadap negara inilah yang kemudian disebut sebagai kewajiban warga negara. Tidak banyak orang yang memperhatikan kewajibannya. Padahal ini harus dilakukan, sebelum seseorang menerima dan mempertanyakan haknya. Sebaliknya, kita lebih tahu tentang hak warga negara daripada kewajiban warga negara, hak asasi manusia daripada kewajiban manusia. Kewajiban warga negara terdiri dari kewajiban dasar manusia. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh manusia sebagai tanggung jawab dengan perannya masing-masing. Oleh karena itu, manusia memiliki banyak kewajiban seperti kewajiban kepada Tuhan, kewajiban kepada orang tua, kewajiban kepada keluarga, kewajiban kepada sekolah, kewajiban kepada lingkungan, masyarakat, dan kewajiban kepada negara. Kewajiban terhadap negara inilah yang kemudian disebut sebagai kewajiban warga negara. Tidak banyak orang yang memperhatikan kewajibannya. Padahal ini harus dilakukan, sebelum seseorang menerima dan mempertanyakan haknya. Sebaliknya, kita lebih tahu tentang hak warga negara daripada kewajiban warga negara, hak asasi manusia daripada kewajiban manusia. Kewajiban warga negara terdiri dari kewajiban manusia.
Adapun pelanggaran hak bernegara adalah sebagai berikut :
- Melakukan Hakim Sendiri
Tindakan main hakim sendiri adalah tindakan sewenang-wenang untuk menghukum atau menghakimi suatu pihak tanpa melalui proses hukum. Yang berwenang menindak para pelaku kejahatan ini, seperti polisi, pengadilan, kejaksaan, bukanlah orang biasa. Biasanya orang diliputi emosi ketika melihat pelaku kejahatan dan langsung melakukan tindakan kekerasan. Adapun tindakan main hakim sendiri seperti intimidasi, pemukulan, kekerasan fisik, hingga pembakaran yang bisa membuat pelaku meninggal dunia.
- Pencemaran Nama Baik Seseorang
Perbuatan pencemaran nama baik termasuk dalam kategori penghinaan menurut KUHP. Sedangkan pasal pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP. Bentuk hinaan/fitnah tidak hanya dilakukan secara lisan, tetapi juga dalam bentuk tulisan dan gambar. Bentuk pencemaran nama baik tersebut dapat berupa pencemaran nama baik, pencemaran nama baik melalui surat, fitnah, penghinaan ringan, fitnah aduan dan perbuatan fitnah.
- Tindakan Deskriminasi
Diskriminasi merupakan sikap yang harus dihindari sedini mungkin. Sikap diskriminatif dapat membuat seseorang membatasi hak orang lain. Dalam pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, suku, golongan, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang mengakibatkan pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik secara individu maupun kolektif di bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Selanjutnya menurut UU RI no. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras 1965, disebutkan bahwa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan serta menjamin bahwa semua warganya memiliki kedudukan yang sama di depan hukum sehingga segala bentuk diskriminasi rasial harus dicegah dan dilarang.
Sedangkan bentuk pelanggaran kewajiban bernegara yakni sebagai berikut :
- Melanggar Peraturan Lalu Lintas
Pelanggaran yang pertama yakni melanggar peraturan lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas ialah salah satu masalah yang memicu terjadinya kecelakaan. Hal ini disebabkan karena ulah pengemudi yang melanggar peraturan dan menganggap hukuman tindak pidana lebih ringan dari tindak pidana umum. Pelanggaran lalu lintas masih sering terjadi baik di kota besar maupun pedesaan. Meski pemerintah telah menetapkan aturan untuk berkendara, masih saja ada yang melanggar aturan tersebut. Sebagian besar pelanggaran tersebut terjadi karena pelanggaran yang disengaja hingga ketidaktahuan atau pura-pura tidak mengetahui aturan yang berlaku.
- Tidak Membayar Pajak
Membayar pajak merupakan kewajiban semua warga negara, kecuali yang dikecualikan oleh peraturan perundang-undangan. Karena sifatnya yang memaksa, maka negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak membayar pajak. Tujuannya agar wajib pajak lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Pengenaan sanksi yang berkaitan dengan perpajakan dapat berupa surat teguran atau tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah terhadap wajib pajak yang nakal.
- Merusak Fasilitas Negara
Yang terakhir yakni merusak fasilitas umum. Perusakan fasilitas umum merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dan apabila seseorang ada yang melanggarnya maka akan mendapatkan sanksi. Sanksi pidana bagi pelaku yang merusak fasilitas umum sebagaimana diatur dalam KUHP. Ketentuan Pasal 406 KUHP (1) menentukan bahwa, "Barangsiapa dengan sengaja dan dengan menghilangkan haknya untuk merusak, menghancurkan, menjadikannya tidak dapat digunakan atau menghilangkan sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun.) tahun 8 (delapan) bulan atau denda paling banyak Rp4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah)."