Lihat ke Halaman Asli

Potensi Jatuh Pasca Kepemimpinan SBY

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maksud dari tulisan ini semata-mata hanya pandangan saya  pribadi dan tidak bermaksud memprovokasi golongan masyarakat manapun. Well, Saya sering membaca surat kabar semenjak dua tahun terakhir ini, saya menyimak apa-apa saja peristiwa yang telah terjadi dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut, akhirnya saya berani mengutarakan pendapat dalam artikel ini.

Sebentar lagi kita masuk pada tahun 2014. Bagi Indonesia sendiri, tahun ini bisa dibilang “sakral” karena akan sangat menentukan seperti apa Indonesia di masa depan. Sebagaimana kita ketahui bersama, tahun 2014 nanti kita akan memilih para calon pemimpin. Baik itu di tingkat legislatif (Pemilihan Anggota Dewan) ataupun eksekutif (Pemilihan Presiden).

Menanti Perubahan

Dalam hal ini, Saya menganalogikannya sama seperti Era Sir Alex Ferguson di MU. Meskipun saya bukan seorang fan MU, saya mengakui torehan prestasi yang diukir oleh SAF benar-benar istimewa. Pun pada musim ini MU telah memiliki pelatih baru, coba lihat bagaimana performa MU saat ini dibawah kendali David Moyes. MU terlempar dari Big Four dan hanya meraih 6 kemenangan dari 13 laga di EPL, padahal materi pemain nya relatif sama dibandingkan musim sebelumnya.

Cukup naif sepertinya apa yang menjadi penganalogian tersebut karena memegang kendali sebuah negara jelas memiliki tingkat kompleksitas yang berbeda jika dibandingkan dengan mengurus suatu tim sepakbola. Akan tetapi, saya melihat ada benang merahnya. Untuk mendorong timbulnya perubahan ke arah yang lebih baik bukanlah perkara mudah. Pada masa transisi ini biasanya akan timbul motif-motif tertentu yang ikut mendorong lahirnya masalah-masalah baru. Banyak latar belakang yang bisa menjadi penyebab.

Pada masa transisi nanti, Saya memperkirakan akan terjadi peningkatan masalah-masalah di bidang berikut:

1.Sosial,

2.Politik,

3.Hukum-Keamanan, dan

4.Ekonomi

·Sosial. Dalam hal ini, pemerintah terlambat dalam membatasi penjualan kendaraan bermotor baik roda dua ataupun roda empat. Sebagai contoh kemacetan menjadi hal yang biasa pada saat jam berangkat dan pulang kantor terlebih lagi weekend. Sekarang ini saya atau mungkin juga anda hanya bisa berkata “haduh, kejebak macet.... ya udah, mau gimana lagi?”. Pun penggunaan transportasi publik yang digagas pemerintah masih belum efektif karena perlu proses yang sangat lama untuk mengubah pola pikir masyarakat yang terlanjur “membatu”.

·Politik. Fenomena lama yang muncul kembali yaitu dinasti politik. Disaat para petinggi partai politik yang konon katanya membela kepentingan rakyat, namun fakta di lapangan malah mereka yang mengambil kepentingan rakyat. Perang urat syaraf terjadi dimana-mana demi mengatakan “kami benar”. Implikasi dari semua itu adalah masyarakat menjadi apatis.

·Hukum dan kemanan. Di kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta cukup banyak orang-orang yang tidak terdidik. Atau mungkin atas dasar himpitan ekonomi mereka “boleh” melakukan tindak kriminal. Kesenjangan sosial ini saya kira menjadi salah satu penyebab seseorang untuk melakukan aksi kriminal seperti mencuri, merampok, memerkosa, dan lain-lain. Bahkan tak jarang perampok berani menggunakan senjata api dan tak segan untuk melukai korban nya.

·Ekonomi. Sebagaimana headline harian kompas Rabu, 4 desember 2013. Buruh kembali tutup tol. Memang mereka mempunyai hak untuk menyalurkan aspirasi kepada pemerintah, tetapi apa sampai harus mengabaikan kepentingan orang lain dengan memblokade jalan. Pun beberapa kicauan twitter dari teman-teman saya yang notabene kaum akademisi, kurang masuk akal mereka meminta kenaikan UMP sekian juta disaat perekonomian global sedang menurun. Lalu bagaimana dengan masalah kondisi ketahanan pangan? Di saat kondisi sekarang ini para pengembang berlomba-lomba berinvestasi membangun properti. Lahan-lahan produktif tentu semakin menyusut. Hal nyata yang baru saja terjadi beberapa bulan lalu adalah harga tahu-tempe naik. Segala-galanya di impor demi memenuhi ketersediaan kebutuhan pokok yang memadai.

Jelang Pemilu

Belum juga masuk pada tahun 2014, para calon presiden sudah mencuri start untuk meraih simpati masyarakat. Lobi-lobi politik pun segera dilakukan. Menurut saya ini “prematur” karena belum saatnya untuk dilakukan. Duh, pengaruh media juga sih.

Well, selain kapabilitas seorang pemimpin dalam memecahkan masalah-masalah yang akan timbul, diperlukan toleransi dari berbagai pihak agar tercipta keamanan serta kondusifitas  pada masa transisi. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline