Aku bersama kelima orang temanku memutuskan untuk jalan-jalan bersama di akhir pekan setelah seminggu ini melaksanakan pelatihan di Makassar, Sulawesi Selatan. Awalnya kami berniat jalan-jalan ke Trans Studio, namun Mas Agung, teman yang menjadi tour guide kami, menawarkan jalan-jalan ke Taman Nasional Bantimurung saja.
Taman Nasional Bantimurung terletak di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Butuh waktu sekitar satu jam dari Makassar untuk sampai ke sana. Sesampainya di pintu gerbang, kami menyempatkan diri untuk berfoto di depan patung monyet yang berukuran sangat besar.
Mbak Amel langsung berinisiatif maju duluan mendekati patung monyet tersebut. Ia minta difoto dengan mengikuti gaya patung monyet di belakangnya yaitu pose menggaruk kepala dengan tangan kiri, disertai senyum sumringah. Persis!
Kami pun masuk ke dalam Taman Nasional Bantimurung setelah membayar tiket terlebih dahulu. Taman nasional yang dilindungi oleh pemerintah ini merupakan tempat penangkaran kupu-kupu beraneka ragam. Di sana terdapat air terjun yang bagian bawahnya sering dipakai untuk berenang dan main air.
Selain itu, ada dua buah gua yang sangat terkenal yaitu Gua Batu dan Gua Mimpi. Mas Agung mengajak kami untuk menjelajah Gua Mimpi. Aku sempat menolak. Bukan karena aku takut gelap, tetapi karena aku salah kostum.
Hari itu aku memakai kemeja, celana bahan, dan sepatu kets. Sepertinya diriku lebih pantas mengikuti rapat daripada masuk ke dalam gua. Ternyata teman-temanku yang lain setuju karena mereka memakai kaos dan sandal. Jadilah diriku yang mengalah demi kemaslahatan banyak orang.
Jalan menuju pintu gua tidak semudah yang dibayangkan. Di papan pengumuman hanya tertulis 400 meter saja, tetapi kenyataan di lapangan tidak sama adanya. Sudah hampir 1 kilometer berjalan, namun pintu gua tak jua ditemukan.
Jalannya menanjak dan terus menanjak. Hufh... Belum masuk ke dalam gua saja, kami sudah kelelahan dan badan kami semua sudah basah kuyup. Namun entah mengapa rasa lelah yang dirasakan, tiba-tiba menghilang kalau hitungan "Satu... Dua... Tiga... " mulai diteriakkan.
Ternyata narsis di depan kamera tidak bisa dikalahkan oleh rasa lelah sekalipun. Pose terbaik tetap dikeluarkan supaya hasil jepretan menjadi maksimal.
"Mantap deh. Hasilnya jadi foto genit," kata Mbak Amel di saat melihat hasil jepretan yang dilakukan olehnya. Ia memelesetkan ungkapan "fotogenic" dengan menggantinya menjadi "foto genit".
Kami pun masuk ke dalam gua dengan ditemani oleh tiga orang pemandu dan penerangan dari cahaya senter. Kami harus berhati-hati karena keadaan gua yang gelap dan sangat licin.