Sebelum Pilkada yang akan datang, masalah kepercayaan terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semakin meningkat. Efektivitas Bawaslu dalam mengawasi pemilu mulai dipertanyakan oleh masyarakat dan berbagai kekuatan politik.
Meskipun lembaga-lembaga ini ditugaskan untuk menjamin pemilihan yang adil dan transparan, banyak laporan menunjukkan bahwa pelanggaran pemilu seperti politik uang dan ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) masih tidak ditangani dengan baik.
Keadaan ini menimbulkan keraguan di kalangan pemilih tentang kejujuran proses pemilihan.Dalam tulisan ini, kami akan membahas beberapa alasan mengapa Bawaslu dianggap tidak bertaring dalam pengawasan Pilkada dan bagaimana hal ini berdampak pada kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
1. Minimnya Tindakan Tegas
Salah satu alasan utama ketidakberatan Bawaslu adalah kurangnya tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi selama proses pemilu. Meskipun wewenang Bawaslu untuk menindaklanjuti pelanggaran, tindakan yang diambil seringkali dianggap tidak cukup kuat untuk memberikan efek jera.
Misalnya, dalam kasus politik uang, meskipun ada banyak bukti dan laporan, tindakan hukum yang diambil seringkali tidak sebanding dengan pelanggaran yang terjadi. Banyak pelanggar percaya bahwa risiko melakukan kecurangan lebih kecil daripada konsekuensi yang mungkin mereka hadapi jika mereka melakukannya.
Selain itu, penegakan hukum lamban. Masyarakat tidak puas karena banyak kasus pelanggaran pemilu yang membutuhkan waktu lama untuk diselesaikan. Karena ketidakpastian ini, masyarakat meragukan komitmen Bawaslu untuk menjaga integritas pemilu. Jika mereka tidak segera mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran, kepercayaan masyarakat akan menurun dan legitimasi pemilu akan diragukan lagi.
2. Ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara
Faktor lain yang menyebabkan krisis kepercayaan terhadap Bawaslu adalah ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN). ASN seharusnya bersikap netral dalam pemilu dan tidak terlibat dalam kampanye politik, tetapi banyak bukti menunjukkan bahwa beberapa ASN terlibat dalam praktik politik partisan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini mengganggu proses pemilihan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas. Selama masa kampanye dan pemungutan suara, Bawaslu bertanggung jawab atas perilaku ASN. Namun, pengawasan ini seringkali tidak efektif. Banyak ASN melanggar aturan tanpa mendapatkan tindakan disipliner atau sanksi yang cukup. Reputasi lembaga tersebut di masyarakat menjadi lebih buruk karena ketidakberdayaan Bawaslu dalam menangani masalah ini.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Bawaslu harus bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) untuk memastikan bahwa ASN memahami pentingnya menjaga netralitas dalam pemilu. Selain itu, perlu meningkatkan sosialisasi mengenai sanksi yang diberikan kepada ASN yang melanggar aturan agar semua pihak menyadari konsekuensi dari tindakan mereka.
3. Kurangnya Sumber Daya dan Dukungan
Selain itu, kekurangan sumber daya dan dukungan menjadi hambatan besar bagi Bawaslu dalam melaksanakan tugas pengawasannya dengan baik. Bawaslu sering menghadapi keterbatasan anggaran dan personel untuk melaksanakan fungsinya secara optimal sebagai lembaga independen.