[caption caption="Kriko, maskot Kompasiana - Photo by Kompasiana"][/caption]Saya mulai mengenal Kompasiana semenjak berada di pulau Belitung sekitar empat tahun yang lalu. Saat itu saya masih berstatus siswa On The Job Training PT PLN (Persero). Nyali saya saat itu sangat kecil, bahkan bisa dibilang cemen. Saya hanya berani menjadi pembaca tanpa sekalipun berniat mengomentari bahkan menulis di Kompasiana.
Seiring dengan selesainya On The Job Training di pulau penghasil timah tersebut. Sepertinya berakhir pula jadwal berkunjung saya di Kompasiana. Saya tidak pernah lagi mengunjungi Kompasiana. Seakan saya tidak pernah kenal. Bahkan saya harus mengakui bahwa saya lebih banyak berkunjung ke tempat yang ngetren dengan lapaknya.
Entah mengapa sebulan terakhir ini saya kembali merajut jalinan pertemanan yang sempat terputus dengan Kompasiana. Saya tiba-tiba sering berkunjung ke Kompasiana karena tulisan Pak Tjiptadinata Effendi. Beliau luar biasa produtif dalam menulis, tulisannya banyak sekali. Lagi-lagi nyali saya kecil, yang saya lakukan kembali menjadi Silent Reader yang beraninya hanya membaca tanpa mau berkomentar.
Hobi saya membaca, bahkan sebenarnya saya biasa menulis, tapi lebih karena tuntutan pekerjaan. Bentuk tulisan yang biasa saya tulis pun sedikit kaku dengan aturan baku layaknya media konvensional. Terang saja karena kebanyakan produk tulisan yang saya lahirkan adalah Press Release.
[caption caption="Pembukaan Program Internship of Communication and Public Relations Digital - Photo by : Bayu Aswenda"] [/caption]Saya harus akui, nyali menulis di Kompasiana perlahan muncul setelah saya mengikuti program Internship of Communication and Public Relations Digital yang diselenggarakan di Kompasiana. Bertemu dengan orang-orang luar biasa di Kompasiana ternyata berhasil mengusir ketakutan untuk terjun di dunia Blog. Otak saya kembali bekerja ekstra untuk menyerap ilmu baru tentang dunia cyber media yang saya sendiri selama ini hanya tahu kulitnya saja.
Salah seorang mentor saya si empunya Kompasiana. Orang yang membidani lahirnya tempat "gaduh" bernama Kompasiana mengatakan bahwa semua orang bisa menulis karena pada setiap diri setiap orang terdapat tiga hal yang melekat, yaitu kepakaran, Kesukaan dan Pengalaman. Dalam hati saya menjawab, saya punya ketiganya, jadi saya akan coba untuk menulis di Kompasiana.
[caption caption="Pepih Nugraha Menyerahkan Sertifikat Akademi Menulis Kompasiana - Photo by : Grahita"]
[/caption]Pertama kali posting artikel di Kompasiana, jujur saya deg-degan. Apalagi koneksi internet yang lambat membuat postingan pertama saya gagal tayang. Tidak hanya sekali, namun berkali kali gagal tayang. Setelah berhasil posting, saya harap-harap cemas apakah tulisan saya dibaca orang lain atau diacuhkan.
Setelah 15 menit berlalu, saya memberanikan diri mengecek kembali artikel yang telah saya posting. Saya senang bukan kepalang, ternyata tulisan saya dibaca orang. Luar biasa, tes pertama saya sebagai blogger sudah terlewati, sontak perasaan deg-degan saya sirna tak berbekas, walaupun pengunjung pertama artikel saya hanyalah 15 orang.
Pengalaman unik saya dapatkan saat posting artikel kedua dan ketiga. Kedua tulisan saya menjadi Headline Kompasiana. Nama dan tulisan saya berada di halaman terdepan Kompasiana. Untuk yang ini saya tidak bisa berkata-kata lagi. Rasanya seperti orgasme (maaf). Saat itupun saya menyadari bahwa saya punya kemampuan dan keberanian menulis. Bahkan Kompasiana mengapresiasi tulisan saya untuk nangkring di halaman utama. Benar-benar hari bersejarah.
[caption caption="Hilman Fajrian - Photo by : Arief Fatchiudin"]
[/caption]Berselang sehari setelah hari bersejarah tersebut, entah mengapa tiba-tiba saya teringat ucapan Mas Hilman Fajrian, "Membuat konten tulisan itu harus bisa bermanfaat untuk orang lain" katanya. Tiba-tiba saya sadar, bahwa seharusnya yang saya kejar dalam menjadi seorang penulis di Kompasiana adalah bermanfaat bagi orang lain. Harusnya saya harus lebih senang apabila tulisan saya bermanfaat daripada hanya menjadi sebuah Headline.
Untung langkah kaki saya belum terlalu jauh di dunia persilatan Kompasiana. Sehingga saya bisa menyeting ulang otak saya, bahwa melalui tulisan yang saya lahirkan, harus bisa bermanfaat bagi orang lain. Masa bodoh mengenai Headline. Menjadi Headline hanyalah bonus. Terima kasih Kompasiana, berkat pengalaman bersamamu kini saya menjadi seorang Bloger dan Suerr ... saya akan terus menulis.