Bagi manusia, belajar pada hakikatnya menjadi sebuah kebutuhan. Manusia butuh belajar agar dia bisa menadayagunakan seluruh potensinya sehingga bermanfaat bagi kehidupan diri dan lingkungannya. Dalam Islam, belajar menjadi sesuatu yang wajib dilakukan secara terus menerus oleh seorang manusia sepanjang hayat, dalam rangka menjalankan tugas-tugas kekhalifahannya. Aktifitas belajar memungkinkan manusia menciptakan tata kehidupan dunia yang beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh seorang manusia untuk menjadikan segala apa yang dihadapi dan dialami sebagai sumber pengetahuan dan memanfaatkannya untuk mengembangkan kedewasaannya. Apa yang dihadapi dan dialami itu bisa saja berupa tulisan, peristiwa, pengalaman dan sebagainya.
Dalam hal ini saya teringat penafsiran Ki Manteb Soedarsono terhadap peribahasa Jawa, “urip iku mung mampir ngombe” (hidup hanya sekedar mampir minum). Manteb memaknai kata “ngombe” (minum) ini sebagai proses belajar. Yang harus “diombe” (diminum) menurut Manteb ada tiga hal, yaitu “ngelmu” (ilmu),“pangerten” (pengertian) dan “lelakon” (pengalaman). Dengan “ngombe ngelmu” kita akan mendapatkan pengetahuan, dengan “ngombe pangerten” kita akan mendapatkan kesadaran, dan dengan “ngombe lelakon” kita akan mendapatkan hikmah.
Masyarakat pembelajar adalah masyarakat yang memiliki semangat, kesadaran dan tradisi untuk terus mencari, menemukan dan menciptakan pengetahuan. Pengetahuan itu dicari, ditemukan dan diciptakan oleh masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkualitas.
Desa Dermaji memiliki impian untuk mewujudkan masyarakat pembelajar seperti itu. Untuk meralisasikan impian itu, Pemerintah Desa Dermaji telah membuat beberapa langkah awal, yaitu dengan pendirian museum desa dan perpustakaan desa. Langkah awal ini bisa dikatakan cukup strategis.
Museum desa adalah cara dari masyarakat Desa Dermaji untuk mengelola pengetahuannya. Museum desa yang berisi benda-benda teraga yang pernah digunakan oleh warga masyarakat Desa Dermaji dalam mempertahankan hidup, sesungguhnya sarat dengan nilai dan makna. Benda-benda koleksi yang ada di Museum Naladipa Desa Dermaji tidak bisa hanya dilihat sekedar sebagai benda-benda semata. Tetapi di dalam benda-benda itu ada denyut nadi kehidupan masyarakat Dermaji. Dalam benda-benda itu ada sejarah perkembangan masyarakat Dermaji. Dalam benda-benda itu juga tersimpan kearifan-kearifan lokal yang pernah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Desa Dermaji.
Demikian juga dengan perpustakaan desa. Langkah pendirian perpustakaan desa ini juga cukup strategis. Perpustakaan desa didirikan dalam rangka membuka akses pengetahuan yang lebih luas kepada masyarakat.
Namun dua langkah tadi barulah langkah awal. Tentu masih banyak langkah-langkah lain yang harus dilakukan. Tetapi saya yakin dengan adanya kerjasama dari semua elemen masyarakat Desa Dermaji, impian mewujudkan masyarakat pembelajar bisa dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H