Beberapa waktu yang lalu, saya baru saja menemui seorang pedagang bakso. Sungguh, pedagang bakso tersebut mentalnya sangat luar biasa. Pasalnya, baru saja lulus wisuda Program Sarjana namun langsung memberanikan diri untuk berjualan bakso.
Uniknya lagi, ia berjualan bakso di depan sekolahan di mana ia dulu menempuh pendidikan SMA. Ketika ada mantan gurunya yang menyapa, ia pun membalas menyapanya sekaligus memberikan sebuah senyuman. Saat istirahat, pembelinya pun berdatangan. Pembelinya adalah adik kelasnya sendiri. "Itu lho, pedagang bakso namun lulusan Sarjana," ungkap salah seorang guru di sekolah tersebut.
Ia sesungguhnya mempunyai seorang bos. Dengan kata lain, ia tidak membuat bakso sendiri melainkan hanya menjualkan bakso milik bosnya. Bosnya merupakan seorang pedagang atau pengusaha yang sangat kaya. Anak buahnya yang menjualkan baksonya mencapai 60 gerobak. Belum lagi yang bekerja di rumahnya mencapai puluhan orang.
Setiap pagi hari ia berangkat untuk mengambil bakso yang kemudian dijual dengan cara berkeliling. Kadang berjualan di depan rumah sakit, kadang di depan sekolahan ketika waktu istirahat, kadang juga mangkal di pinggir trotoar pinggir jalan raya, dan lain sebagainya.
Ketika saya datang ke rumahnya, ia ternyata keturunan seorang pengusaha. Di dalam rumahnya, ibunya mempunyai toko sembako yang isinya cukup lengkap dan banyak jumlahnya. Rumahnya ternyata juga menjadi sub agen tabung gas elpiji 3 kg. Setiap hari warga setempat berbondong-bondong untuk membeli gas elpiji dan juga sembako lainnya yang tentu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di belakang rumahnya, ia ternyata mempunyai usaha budidaya jamur tiram sekitar 3.000 tanaman. Setiap pagi ia memanennya. Setiap pagi pula pedagang sayur mendatanginya untuk membeli jamurnya. Ada yang dekat dan ada juga pedagang sayur yang agak jauh. Kadang ia juga menitipkan jamurnya di tempat tetangga sebelah yang berjualan nasi tumpang dan gorengan. Berjualan bakso namun juga mempunyai usaha budidaya jamur.
Belum lagi, kakaknya menjadi seorang pedagang batik yang sukses di kota Jombang. Bahkan, saking suksesnya, kakaknya membeli rumah di kota Jombang. Anak beserta istrinya sekalian dibawa. Awal mulanya sebenarnya hanya mencoba untuk menjual batik secara kecil-kecilan. Lama-kelamaan akhirnya ternyata banyak mempunyai pelanggan. Dari usaha yang kecil namun sekarang menjadi seorang pedagang yang sukses.
Ketika saya bertanya, mengapa kok jualan bakso? Ia pun menjawabnya karena tidak mempunyai resiko. Maksudnya, seumpama bakso barang dagangannya tidak habis, maka boleh dikembalikan lagi kepada bosnya. Seketika itu saya berpikir lagi apakah tidak rugi? Ia pun menceritakannya bahwa kalau tidak habis kadang dikembalikan namun kadang pula dimakan sendiri bersama keluarganya. Setelah seharian bekerja menjadi seorang pedagang bakso akhirnya pulang dan makan bakso bersama dengan keluarganya.
Ia bercerita bahwa bosnya mempunyai anak buah sekitar 60 gerobak. Ia juga mengatakan bahwa omset atau pendapatan bosnya dalam sehari mampu menembus 5-6 juta dan itu bersih. Ketika saya bertanya yang agak mendalam mengapa bosnya mengalami kekayaan yang begitu dahsyat? Ia pun menjawabnya bahwa bosnya merupakan seorang yang gemar akan sedekah. Ketika sore hari baksonya tidak habis, baksonya langsung diberikan kepada tempat-tempat panti asuhan atau yatim piatu.
Meskipun sebenarnya tidak busuk dan bisa dijual untuk esok hari, namun bosnya tetap saja memberikannya kepada mereka yang membutuhkan atau kurang mendapatkan makanan yang bergizi layaknya sebagaimana manusia pada umumnya.
Bagi seorang pengusaha yang penuh dengan perhitungan tentu akan menyimpannya. Disimpan di dalam kulkas yang kemudian ditanak kembali yang dilanjutkan untuk dijual dan diedarkan kembali. Namun bos bakso tersebut ternyata selalu memikirkan mereka yang tentu sangat membutuhkannya. Tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, akan tetapi orang lain ternyata juga diperhatikan. Pantas saja kehidupannya mengalami keberkahan.