Menduduki jabatan dengan job description strategis, pasti berhubungan dengan berbagai macam pihak. Maka tak jarang ada prinsip, siap sedia 24 jam non stop. Mungkin terdengar mustahil, sebab diri kita adalah manusia yang pasti punya waktu istirahat, berbeda dengan mesin ATM yang bekerja siang malam, panas hujan, dan sepanjang waktu. Tapi ujung-ujungnya mati juga, butuh diperbaiki.
Operator sekolah layaknya sebuah komputer yang harus selalu terhubung dengan banyak pihak, mengerjakan segala macam administrasi sekolah, bahkan sewaktu-waktu mewakili kepala sekolah bila berhalangan hadir pada suatu undangan dinas. Memang ringan dipandang, namun sungguh njlimet dijalankan.
Bukan rahasia lagi, tanggungjawab operator sekolah cukup berat. Apabila ada masalah semacam data peserta didik yang gagal tervalidasi pra ujian nasional (zaman UN gemilang), data guru yang gagal sertifikasi, bantuan operasional sekolah yang dibekukan, bahkan terkait kelengkapan administrasi sekolah. Semua ditimpakan pada sosok operator sekolah.
Mungkin di sekolah tingkat menengah, sudah ada pembagian tugas yang lebih baik, sehingga operator sekolah memiliki pekerjaan yang sesuai takdirnya, tidak nyabang kemana-mana (segala macam dikerjakan). Terutama lagi, sekolah-sekolah di pedesaan. Gak kebanyang betapa beratnya tanggungjawab yang diemban. Meski disadari, honor operator sekolah tak sebanding dengan kucuran peluh dan pikiran yang dicurahkan.
Ambil contoh acara tahunan, singkronisasi dapodik (data pokok satuan pendidikan). Operator sekolah perkotaan jelas, berkualitas dari sisi sumber daya manusia mahir teknologi, sarana dan prasarana memadai, dan seakan nyaris sempurna. Sedangkan saya dan operator sekolah pedesaan lainnya, harus berjibaku dengan koneksi internet not found, drama operator gaptek, dan laptop untuk mengerjakan dapodik pun masih menyewa.
Apakah setelah semua terpenuhi bakal lancar? Tidak, sebab jam kerja kami (operator sekolah) secara otomatis diluar jam kerja kantor. Mengapa? Proses mengerjakan data hingga berhasil mengirimkan ke pusat butuh waktu yang panjang, paling cepat tiga hari. hal ini dikarenakan jumlah entri tiap peserta didik baru pada sekolah berbeda dengan yang lain. Semakin banyak data yang dikerjakan, semakin lama proses penyelesaiannya.
Tak hanya itu, operator sekolah sering lembur, meski gak ada honor lembur atau kerja malam. Ini berkaitan dengan berkas administratif yang diminta dadakan. Semacam tahu bulat, perintah detik ini sepuluh detik lagi disetorkan. Booting laptop aja butuh 15-an detik (pakai HDD ceritanya). Meskipun pakai SSD, mungkin baru membuka lembar kerja baru. Singkat dan menyesakkan.
Perintah dadakan sering diterima oleh operator sekolah, sekolah mana pun sudah, baik swasta maupun negeri. Ting tung, (notifikasi chat berbunyi di gadget). Jam sudah menunjukkan sebelas malam lewat lima puluh menit, besok pagi siapkan surat tugas saya untuk menghadiri pelatihan kepemimpinan di Malang, tulis kepsek.
Pada jam itu juga, jika belum terlelap tidur lho, saya harus menyalakan laptop, bikin surat tugas dan mencetaknya. Suara printer yang tak kenal kompromi di tengah malam, menjerit-jerit seakan dipaksa bangun dari mimpinya (menikmati minuman tinta biru yang menenangkan). Kalau sudah tidur dan sedang mimpi, besok pagi pas subuh, langsung buka laptop tanpa harus berleha-leha minum secangkir kopi panas.