Lihat ke Halaman Asli

Bayu Samudra

TERVERIFIKASI

Penikmat Semesta

Gegara Ini, 98 Persen Persiapan Menikah Hampir Gagal, Nggak Jadi Nikah

Diperbarui: 24 April 2021   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan (foto dari pixabay.com)

Menikah itu perlu kesiapan mental. Bukan hanya siap tempur saat malam pertama. Soal itu bisa belakangan. Yang paling penting, kesiapan mental dulu. Bukan perkara siap menerima pasangan apa adanya, tapi kesiapan menghadapi gempuran peluru fitnah yang ditembakkan di masa-masa kritis.

Pernah tidak merasakan hal yang paling sedih, paling hancur, dan paling menyesal atas pilihan yang telah dipilih saat ini? Yang hal tersebut menimpa diri kita sebelum pelaksanaan akad nikah. Pikiran kita jelas tak karuan, melayang-layang entah kemana, memikirkan hal yang seharusnya tak pernah dipikirkan. 

Hari yang ditunggu-tunggu, diidam-idamkan, dinanti-nanti, dan dipuja-puja hancur sebelum dilalui. Runtuh ambruk tak bersisa. Rata dengan tanah. Hati dan pikiran kita benar-benar jatuh sekoyong-koyongnya dari ketinggian setinggi-tingginya. Setinggi mata memandang. 

Bagaimana tidak? Diri kita yang sudah menyiapkan seluruh rangkaian acara pernikahan, mulai dari persiapan akad nikah, kesiapan catering (wedding organizer), hingga hal-hal yang tak penting sekali pun sudah disiagakan guna pelaksanaan resepsi pernikahan. 

Kegagalan adalah suatu kondisi yang membuat diri kita hancur sehancur-hancurnya dan bodoh sebodoh-bodohnya. Salah mengambil tindakan adalah konsekuensi tepat ketika kegagalan menimpa.

Tiba-tiba datang sebuah kabar dan bukti keburukan pasangan kita, bukti dia sudah menikah, bukti dia sudah berkeluarga, bukti dia sudah punya anak, bukti dia selingkuh, bukti dia sudah tidak perjaka atau perawan lagi, bukti dia sudah pernah hamil, dan bukti dia anak orang tak baik (germo).

Kabar itu jelas menghancurkan dan memporak-porandakan impian kita menikah dengannya. Kabar itu pun menjegal proses pernikahan. Yang tadinya bakal diselenggarakan lusa, tetiba batal tanpa konfirmasi. 

Hal ini akan membuat kedua calon mempelai menjadi saling curiga, saling tak percaya, dan saling menyesali tindakannya. Seakan-akan diri kita sudah mencoreng wajah ibu bapak kita. Melaburnya dengan tai kucing. Mempermalukan keluarga hingga se-kecamatan.

Maka dari itu, untuk dapat menghindari konflik di masa kritis, kita harus memiliki kesiapan mental, ketegaran mental, ketangguhan mental, dan kejernihan hati dan pikiran.

Menikah itu soal kesiapan mental, kejernihan hati dan pikiran (foto dari pixabay.com)

Tak lain dan tak bukan, kabar angin tersebut diproduksi oleh para tetangga di bawah payung produksi cocote tonggo. Kejelian mencari celah untuk menghancurkan suatu ikatan yang segera terikat sukses dilakukan. Misi berhasil.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline