Masih dengan masalah kritik. Bukan kripik. Opo neh kripik jangkrik. Tak ada bosan-bosannya diri kita untuk menjadi pengkritik. Ini fitrah manusia. Suka menganalisa, mengorek kesalahan, dan mencermati suatu hal yang diduga tidak memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Mengapa sebegitu pentingnya kritik dilayangkan kepada para pejabat publik? Lebih-lebih kritik tetangga.
Perlu diketahui, negara dibentuk untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu suatu kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur tata kelola negara. Maka diciptakanlah, pemerintah. Pemerintahan menjadi tuas pengendali negara dalam mencapai tujuan mulia masyarakat untuk memudahkan kehidupan bersama.
Upaya pengendalian tersebut, harus tetap berpedoman pada penghormatan hak-hak asasi manusia.
Pada tulisan ini, tidak bakal menyinggung HAM lebih dalam. Hanya sampulnya saja.
Dengan menghormati hak asasi manusia, pemerintah memiliki kekuasaan yang terbatas. Tidak boleh sewenang-wenang. Apalagi menyengsarakan kehidupan bangsa. Sangatlah terkutuk perilaku tersebut.
Akan tetapi, kenyataannya masih banyak pemerintahan di suatu negara bahkan Indonesia sendiri yang terkadang tak mengindahkan peringatan konstitusi. Masih banyak kekangan. Menganggap enteng masyarakat.
Contoh, Indonesia. Meski berbagai aturan ditetapkan, dijadikan landasan memerintah. Nyatanya, tak sedikit warga negara tertindas, terdiskriminasi, dan terlantar akibat tindakan yang dipaksakan. Bagusnya, pemerintah tak mau disalahkan. Mereka berlindung dibalik jubah menertibkan masyarakat, melindungi masyarakat, dan mengarahkan masyarakat.
Kebijakan baru dibuat di sana-sini. Tujuannya memudahkan kehidupan masyarakat. Pelaksanaannya kendur, lelet, dan mencederai hak asasi. Tidak perlu diberi contoh. Karena tulisan ini tidak sedang menelaah kasus yang menimpa sebagian dari kita. Bukan saya tidak peduli. Saya tidak ingin membuka luka lama. Takut pedih dan perih lagi. Toh sudah berlalu. Jadikan pelajaran yang berharga.
Ketika masyarakat merasa ada kekeliruan (baca: tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat). Mereka mencoba melempari batu protes dan bata kritik. Batu bata yang datang dari cita-cita mulia bangsa Indonesia. Namun, pemerintah tak memedulikan. Malah menangkap pemrotes dan pengkritik kebijakan pemerintah.
Masyarakat tidak akan pernah tau serumit apa membuat suatu kebijakan. Itu urusan mereka. Yang duduk di kursi pemerintahan. Masyarakat hanya meminta hasil (baca: manfaat) daripada kerja keras mereka menelurkan suatu program kesejahteraan. Tapi, hasilnya sangat mengecewakan. Itulah asalan utama, masyarakat mengirimkan berbagai keluhan kepada penguasa.