Lihat ke Halaman Asli

Bayu Samudra

TERVERIFIKASI

Penikmat Semesta

Tiga Alasan Tidak Menolak Omnibus Law Demi Kemajuan Indonesia

Diperbarui: 11 Oktober 2020   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manfaat Omnibus Law (sumber setkab.go.id)

Banyak orang menolak kelahiran Undang-undang Cipta Kerja yang prematur (tersembunyi dan terkesan grasa-grusu). Selain itu, mereka para penolak UU Cipta Kerja beranggapan bahwa undang-undang ini akan lebih memihak kepada para pengusaha. Sehingga, nasib buruh tak ubahnya alat produksi massal. Kembali lagi ke zaman pra revolusi industri.

Berdasarkan berita yang saya baca dari berbagai sumber, salah satunya kompas[dot]com menyebutkan ada beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja yang kontroversial. Akan tetapi, beberapa pasal tersebut bagi saya merupakan suatu kemajuan besar terhadap kelanjutan bumi Pertiwi. Yang mana harus menjadi alasan untuk menerima dengan legowo atau lapang dada lahirnya omnibus law

Pertama, status pekerja tanpa kontrak.

Saya pribadi sependapat akan hal ini. Semua pekerja dari berbagai perusahaan (pabrik industri maupun perkantoran) akan lebih nyaman bekerja ketika tak ada batas masa bhakti atau masa kerja. Kenapa? Pikiran pekerja akan selalu terganggu dalam bekerja, sehingga hasil kerjanya tidak optimal. Ia akan bepikir terus-menerus bila mana masa kerjanya hampir tiada. Atas alasan ini, pekerja butuh suatu jaminan hidup. Salah satunya, status pekerja tanpa kontrak atau seumur hidup bahkan permintaan mengundurkan diri.

Tirulah Jepang. Para pekerja di Jepang statusnya seumur hidup. Mengapa? Selain membuat perasaan nyaman dalam bekerja, turut serta memiliki dan mengembangkan perusahaan walau bukan miliknya, bahkan hidupnya dicurahkan hanya kepada atasannya melalui bentuk kerja yang sungguh-sungguh. Para pekerja di Jepang sangat senang dengan status kerjanya yang seumur hidup. Sebab, menjamin masa depannya, kenaikan jenjang karier yang bagus, dan rasa saling memiliki dan menyayangi antar pekerja sangat dijunjung kuat oleh mereka.

Indonesia saat ini tengah menyiapkan suatu model status kepegawaian atau status masa kerja para pekerja. Hal ini didasarkan pada pengalaman Jepang membangun negaranya kembali pasca peristiwa Nagasaki da Hiroshima. Jepang mampu bangkit dengan cepat dan sigap dalam menghadapi perkembangan zaman. Maka dari itu, Jepang adalah salah satu negara di Asia yang digolongkan sebagai negara maju.

Bagi saya, sistem status kontrak dapat dijalankan pada suatu pekerjaan yang khusus dan tidak bersifat rutin. Namun praktinya, pekerjaan yang bersifat rutin malah diisi dengan pekerja kontrak. Setelah kontak habis, si pekerja akan kehilangan pekerjaan atau menganggur hingga ia dapatkan kembali pekerjaan.

Kedua, dasar pengupahan didasarkan pada kualitas dan kuantitas kerja.

Pekerja di Indonesia diupah berdasarkan kontrak yang mereka tanda tangani dengan penyesuaian jabatannya. Model pengupahan ini memilki kelemahan, karena perusahaan tidak dapat mengukur kualitas hasil kerja pekerjanya. Hanya mampu menghasilkan nilai kuantitas produk kerja.

Selain masalah kualitas kerja dan kualitas pekerja. Ada satu fakta yang sebenarnya sudah lama berselang, yakni upah. Pekerja yang rajin dan pekerja yang malas mendapatkan upah yang sama, sebab sesuai dengan aturan yang ada dalam kontrak kerja. Hal ini tentu membuat pekerja yang rajin menerima ketidakadilan. Yang bakal membuat perseteruan antar pekerja hingga akhirnya internal perusahaan akan hancur dan tujuan perusahaan otomatis gagal tercapai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline