Lihat ke Halaman Asli

Bayu Angganugroho

Penggerak Swadaya Masyarakat

Mistisme Orang Jawa

Diperbarui: 5 Januari 2024   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mistis merupakan kata serapan yang berarti rahasia. Kata mistis bagi orang Indonesia lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat diluar nalar, gaib, klenik atau perdukunan.

Bagi orang jawa dan keturunan orang jawa yang masih berpegang teguh pada pengetahuan nenek moyang, terdapat kepercayaan yang kuat meliputi beberapa hal yaitu :

  • hari yang didalamnya terdapat tanggal, hari itu sendiri, weton (pasaran yaitu pon, wage, kliwon, pahing dan legi) serta mongso (yaitu hitungan bulan dimulai mongso 1 /kasa sampai mangsa 12 /sadha)
  • Urutan kelahiran seseorang
  • arah mata angin
  • fenomena alam (lintang kemukus dan gerhana)
  • benda benda bertuah dan lain sebagainya.

Dari kepercayaan tersebut muncullah kejadian-kejadian diluar nalar. Bagi yang mempercayainya kejadian tersebut dihubungkan dengan mistik tadi sedangkan bagi yang tidak mempercayai muncul kalimat "ah kebetulan".

Bagi penulis, pernah ada kejadian yang tidak tahu disebut apa akhirnya. Kebetulan bagi orang jawa, membesuk orang sakit mempunyai larangan tertentu terutama pada hari selasa dan sabtu. Ceritanya pada waktu itu, penulis sedang mengerjakan tugas akhir kuliah. Lokusnya adalah siswa sekolah dasar di daerah Kopeng. Pada saat itu salah satu guru sekolah tersebut menderita sakit pernafasan sehingga membutuhkan pengobatan di rumah sakit paru Kota Salatiga. Separah apa penyakitnya, penulisnya tidak tahu. 

Penulis menuju lokus penelitian tugas akhir pada hari Jumat kemudian menginap di sana satu malam. Ketika sabtu pagi akan pulang lagi menuju kota asal, penulis diberitahu bahwa salah sang guru tersebut dirawat di RS Paru. Penulis menyadari bahwa keberhasilan tugas akhir juga bantuan dari guru tersebut, maka penulis bergegas untuk menengok. Setelah menengok penulis pulang seperti tidak terjadi sesuatu hal yang penting. Tetapi hari Rabu minggu berikutnya penulis menerima kabar bahwa guru yang ditengok telah meninggal dunia. Akhirnya penulis berpikir "ah masak iya, menengok hari sabtu menyebabkan seseorang penderita sakit jadi meninggal?". Pertanyaan itu terus menggema di pikiran penulis sampai saat ini.

Tidak hanya cerita penulis di atas. Banyak contoh kejadian yang penulis dengarkan dari orang-orang berkaitan kebetulan-kebetulan karena hal mistik tersebut. Misalnya gagal panen karena salah menghitung mulai tanam, perceraian atau meninggalnya pasangan karena wetonnya tidak pas, kemiskinan dan kesengsaraan karena membangun rumah dengan arah yang tidak tepat dan lain sebagainya.

Kepercayaan terhadap hal yang gaib bagi orang Jawa memang sudah mendarah daging. Dalam sejarahnya, cara penghormatan manusia terhadap hal ghaib mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dimulai dari kepercayaan animisme dan dinamisme kemudian mulai mengenal agama dari Hindu, Budha, Islam dan seterusnya.

Entah kebetulan atau tidak, ada beberapa ritual dari kepercayaan akan roh leluhur dan benda keramat dari orang Jawa yang serupa dengan praktek ibadah agama yang datang. Sebelum orang Jawa mengenal puasa, mereka lebih dulu mengenal bertapa untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Sebelum mengenal berdoa terlebih dahulu memiliki persembahan sesaji yang diletakkan pada tempat tertentu. Selanjutnya, kebiasaan dan tradisi tersebut bercampur dengan kepercayaan dan agama yang datang. Tercampurnya tradisi dan agama kemudian melahirkan istilah baru yaitu Islam Kejawen dan Abangan.

Dua istilah tersebut tidak hanya terjadi pada orang Jawa, pada suku lain juga mengenal istilah kaum padri (agamawan) dan kaum adat. Bagaimanapun tradisi sebuah kelompok atau suku tidak serta merta akan hilang tetapi lebih cenderung berasimilasi menjadi sebuah hal yang baru. Tetapi kepercayaan orang jawa terhadap leluhur dan kekeramatan masih tetap kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline