Lihat ke Halaman Asli

Mengendap

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tentang engkau buruh perempuan lantang mengangkat dua belas gugatan, pertaruhkan kepala tiada kausesalkan.

Hingga tersiar kabar jasadmu ditemukan pada pusar hutan, setelah tiga hari lenyap pasca huru-hara menyepi dari tengah kota. Teriakmu di tengah malam buta tiada berguna, tertelan sunyi belantara. Pada peta tubuhmu tampak denah siksa dera; bersedih hati sesiapa melihatnya.

Beribu kami tumpah ruah, dari arteri kota hingga pelosok desa. Yang dekat dan yang tak mengenal, selendangkan nestapa habiskan waktu menderaskan doa; menyebut-nyebut nama. Jiwa kami pilu sepenuh duka.

Kini engkau terbaring berkalang sunyi, meratap lirih

"Damailah kau di sana! Kiranya tertakdir namamu untuk lekat terukir, dalam ingat dan tetes keringat. Bersama asa wanita, juga peluh buruh"

Atas nama kebenaran yang belum juga terungkapkan, biarkan Tuhan pertunjukkan keadilan

Bandung, 23 April 2012

Puisi ini tergabung dalam sebuah buku antologi puisi dari Goresan Pena Publishing. Puisi yang terinspirasi oleh Marsinah, buruh sekaligus aktivis perempuan.

Related links:

http://akar-akal.blogspot.com/2013/08/telah-terbit-buku-dari-event-rol-phi.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline