Lihat ke Halaman Asli

Kecuali Cinta..

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

di Malang..
Lelaki itu tampak sedang melamun di sebuah tempat berukuran sempit yang dipenuhi buku-buku dan anak kecil yang sedang membaca. Pikirannya tampak kalut, tergambar dari raut wajahnya. Berita dari seorang teman di Surabaya kemarin mengusik pikirannya. Sejenak dilihatnya anak-anak yang sedang membaca, buku-buku yang tersusun rapi, dan ruangan sempit itu. Tidak rela Ia menutup taman bacaan yang sudah diperjuangkannya selama tujuh tahun itu. Ia sudah pernah diusir oleh ayah ibunya, menjual televisi dan apapun yang dimilikinya, bekerja serabutan menjaga stand buku dari satu pameran ke pameran lain hanya untuk mempertahankan taman bacaan itu. Dan kini pantang terasa olehnya untuk menyerah mempertahankan taman bacaan yang sudah mempunyai anggota ribuan anak itu, hanya karena tak ada lagi uang untuk membayar sewa tempat. Tak ada uang yang diperolehnya, karena memang tak pernah ada sepeser pun uang yang Ia pungut dari anak-anak. Ia menarik nafas dalam, membulatkan tekadnya. Besok Ia akan menghubungi temannya di Surabaya itu, dan mengatakan bahwa Ia siap menjual ginjalnya, demi sebuah tempat yang bagi sebagian orang dianggap tak penting.

di Gunung Kidul..
Ini sudah yang kali kelima belas wanita itu jatuh dari sepeda motornya sejak sebulan ini. Lima belas kali terjatuh, dan lima belas kali terluka tentunya. Jalan yang sangat buruk membuatnya sangat sulit mengendarai motornya. Namun kali ini sulit sekali ia membangunkan motornya, makan waktu cukup lama. Ia merasa lelah sekali dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Seketika teringat olehnya kenangan sebulan lalu, sebelum motor itu dibelinya, ketika ia harus menumpang mobil truk setiap hari. Truk apa saja ia tumpangi, truk sayuran bahkan truk pasir sekalipun.
Tapi tidak lama, Ia berhenti bernostalgia ketika dilihatnya jam tangan sudah menunjukkan pukul 06.45. Ia bangun segera dari duduknya, sambil tersenyum Ia meraih sepeda motornya, membangunkan, dan mengendarainya cukup cepat hingga sampai di sebuah tempat yang hendak ditujunya tersebut tepat pukul tujuh. Di sana anak-anak yang
hanya berjumlah enam orang sudah menunggu dan siap menerima pelajaran darinya. Ya, tempat itu adalah sebuah sekolah dasar di sebuah desa yang sangat terpencil. Anak-anak tersebut tampak sangat gembira ketika wanita itu memasuki ruang kelas yang tak tampak seperti ruang kelas. Anak-anak sangat gembira, tapi wanita itu jauh lebih gembira ketika menyaksikan senyuman terkembang dari wajah mereka.

di Jakarta..
Hari masih menunjukkan pukul enam pagi, ketika seorang pemuda berambut gondrong, tato dan anting di telinga kanan-kiri keluar dari kontrakannya yang kumuh. Ia membawa sebuah gitar yang penuh dengan stiker. Hari ini Ia sengaja berangkat lebih pagi untuk ngamen, agar bisa dapat uang lebih banyak. Semakin pagi - semakin sedikit saingan - semakin banyak dapat tempat untuk ngamen - semakin banyak dapat uang, begitu pikirnya. Namun ketika sampai di ujung gang, di pinggir jalan, langkahnya terhenti. Ia terdiam melihat tiga orang bocah yang sedang membawa okulele sedang berlari berebutan naik metromini. Mereka berebutan untuk ngamen, seorang bocah bahkan hampir jatuh karena saling dorong. Tak lama pemandangan itu dilihatnya, metromini dan tiga orang bocah itu sudah berlalu dari pandangannya, tapi Ia masih diam. Beberapa menit kemudian Ia memutar badan, kembali pulang menuju arah kontrakannya. Seketika itu juga Ia memutuskan berhenti jadi seorang pengamen. Ia tidak tahu akan bekerja apa besok, tapi yang pasti Ia merasa jauh lebih kuat dan mampu mencari pekerjaan lain, ketimbang memilih bersaing dengan bocah-bocah yang tidak punya kekuatan, kesempatan, bahkan pilihan itu.

di sebuah bis Damri menuju Bandung..
Sore itu penumpang dalam bis cukup padat, tak ada tempat duduk yang kosong. Di tengah perjalanan seorang wanita tua naik ke bis dari pintu belakang. Karena tak ada tempat kosong, Ia harus berdiri. Seorang mahasiswa yang duduk di depan berdiri hendak memberikan kursinya pada wanita itu, tapi terlambat karena seorang penumpang lain telah terlebih dahulu memberikan kursinya pada wanita tersebut. Mahasiswa itu duduk kembali, wajahnya tampak kecewa dan sedih. Kawannnya yang duduk di sebelahnya pun bertanya, mengapa wajahnya berubah seketika menjadi sedih.
Dengan wajah yang masih sedih dan kecewa mahasiswa itu menjawab,
“Saya tak punya apa-apa yang bisa saya korbankan untuk orang-orang seperti mereka, kawan..Tak ada harta, tak pula tenaga. Saya tidak pernah turun ke jalan ketika hak-hak mereka dilanggar. Saya tidak berada di sana, ketika rekan-rekan kita ditembak mati saat memperjuangkan hak orang-orang seperti mereka. Menghentikan sebarisan tank selama lebih dari setengah jam seperti yang dilakukan reka-rekan kita di lapangan Tiananmen? Jelas saya tak mampu. Sekarang setidaknya saya punya kursi yang bisa saya berikan. Inilah lahan dan kesempatan pengorbanan yang tampak kecil, tapi setidaknya besar artinya bagi saya, kawan.. Namun sayang, kini kesempatan itu pun telah hilang seketika. Kawan mungkin tak mengerti. Tapi inilah cara saya, jalan bagi saya, kawan.. Latar belakang kita semua berbeda, kemampuan kita juga tentu berbeda. Lahan pengorbanan kita berbeda, dan cara kita berkorban untuk sesama pun kadang tidak sama..”

Bis terus melaju, dan akhirnya sampai di pangkalannya, di Bandung. Ketika dua orang mahasiswa itu hendak turun dari bis, kawan mahasiswa yang bersedih itu bicara padanya sambil tersenyum dan menepuk pundaknya,
“Saya paham sekarang apa yang kawan sedihkan. Biar, biarlah kita semua berbeda dalam segala hal, kawan.. kecuali cinta, dan rasa yang utuh ketika terlahir sebagai manusia.”

Jatinangor, 22 November 2009

Terima kasih pada Soe Hok Gie dan Andy F. Noya atas inspirasi yang diberikan dalam tulisan ini..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline