Lihat ke Halaman Asli

Di Langit Oktober

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setiap ingatan di kepalaku adalah peta,

yang menunjukkanku ke arah pelukanmu

Aku ingin setiap saat memelukmu,

seperti sepi mengunjungi puisi

dan pada derasnya,

hujan bisa menjelma apa saja; seperti debu yang dihempas rintiknya, ia membentuk bayangmu

Dalam tungku matamu, aku kayu bakar penghangat sepimu

Kau tertidur pulas aku terbakar sendiri

malam ini, aku dan rindu duduk di teras rumah memandang hujan,

tiap tetesnya terus meremah bayangmu

Di langit Oktober, aku melihat hujan tenggelam di matamu,

bersama rindu dan sebait puisi sendu

Rintik pertama hujan mengetuk pelan pintu depan

"Aku pulang," kata kenangan

Lalu sajak ini aku tulis

Tuhan menciptakan rindu untuk memberi napas bagi sajak-sajakku

Sedihmu: pengintip puisi paling jeli

Kupeluk bintang yang menyisir rambutmu,

sebagai kunang yang berhias di cahaya matamu

Kelak, cinta akan bertahan pada tugur musim,

tak terhapus gerimis yang sebentar

tangkap kami, cinta, penjarakan kami di dalam waktu yang membahagiakan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline