Lihat ke Halaman Asli

Seandainya Boleh Poliandri

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bu Isyah melihat wajah putrinya yang kusut masam. Perempuan baya itu duduk di tepi ranjang: "Kamu tanpak 5 tahun lebih tua dari usiamu yang sebenarnya."

Winne sedang berdiri menghadap dinding, memandangi lukisan pantai. Langitnya yang biru dibubuhi kaligrafi Arab nama lengkap dirinya serta tanggal kelahirannya.

"Dua minggu lagi hari pernikahanmu, Win, mestinya dari sekarang kamu mulai merawat diri. Jangan cemberut pada calon suami, apalagi nanti akan banyak orang melihatmu. Sering-seringlah tersenyum. Aneh kalau ada pengantin wajahnya murung begini."

Winne berbalik, melangkah lesu mendekati ibunya, lalu menjatuhkan tubuhnya ke kursi. Sekilas ia melihat bayangan wajahnya sendiri di cermin. Memang, tampak lebih tua. Ia mendesah: "Ibu tahu cara agar aku mudah tersenyum?"

Bu Isyah mengambil guci keramik mungil lalu mengelapnya dengan sapu tangan: "Nonton acara lawak di tipi?"

Winne menarik sudut bibirnya ke tepi. Begitu singkat. Isyah tak menyangka bahwa itu adalah senyuman.

"Aku ingin selalu tersenyum di depan Ibu, tapi aku tak bahagia."

"Kebahagiaanmu itu apa?"

Winne bungkam.

"Kamu sudah cukup umur untuk menikah. Ibu ini disunting abahmu di usia 16 tahun. Ibu senang. Ibu bahagia."

"Seandainya Ibu tak cinta Abah?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline