Lihat ke Halaman Asli

Harapan Naif Seorang Kekasih

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Alam raya temaram. Langit bertabur bintang. Bulan mengambang di balik awan. Angin bertiup menjauhkan mendung. Goni dan Yuniar duduk di tembok pembatas teras dengan halaman. Angin dingin terus berseliweran menerpa wajah keduanya, mendorong-dorong tubuh Goni agar lebih merapat ke tubuh Yuniar. Tapi, Yuniar malu dengan kerudung yang dikenakannya, ia bergerak menjauh. Goni kecewa, menelan ludah, lalu turun ke halaman memungut beberapa batu kecil.

"Rasanya baru kemarin kamu kelas satu, sekarang sudah kelas tiga," Goni melemparkan batu itu ke kolam yang tak jauh dari tempat duduknya.

Plung! Air muncrat. Beberapa tetes hinggap di muka Yuniar.

Goni melanjutkan: "Itu artinya hubungan kita sudah berjalan dua tahun lebih, tepatnya dua tahun tiga bulan empat hari."

Yuniar tertawa: "Kamu mengingatnya sedetil itu?"

"Ya iyalah, namanya juga Goni."

Lagi-lagi..., plung! Air kolam berkeciprat ke tubuh Yuniar.

Goni tak menghiraukan delikan kesal orang yang diajak bicara: "Selama 2 tahun lebih kita bersama, aku heran sendiri, kenapa aku sanggup mempertahankannya?"

Lagi-lagi..., plung!

Yuniar memekik: "GONIII!"

Goni tak peduli. Diambilnya lagi batu sebesar kepalan tangan. Belum sempat dilempar, Yuniar keburu menangkap tangannya.
Mereka kembali duduk, kali ini agak berdekatan. Asyik, pikir Goni, jurus melempar batu tadi benar-benar ampuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline