Mantan Notaris Wahyuid Suyanto terduga pelaku penipuan dan penggelapan lahan secara resmi mengajukan surat permintaan maaf kepada raja jalan tol Indonesia Jusuf Hamka. Surat tersebut disampaikan pelaku yang asal Surabaya ini dari rumah tahanan (Rutan) Bareskrim Polri karena telah ditetapkan sebaai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah di Surabaya.
Dalam surat yang dibuat pada tanggal 14 November 2024 itu, dirinya mengaku tak mengetahui posisi Jusuf Hamka dalam perkara yang dilaporkan Randy Piangga Basuki Putra itu.
Penahanan mantan notaris itu dilakukan sebelum perkaranya selesai diperbaiki penyidik setelah sebelumnya dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Ia dilaporkan kepada pihak berwajib dalam kaitan proses jual beli hak atas tanah seluas 16.766 m2. Transaksi dan kesepakatan jual beli ini didasarkan pada Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 991/Kelurahan Kenjeran berdasarkan Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 144 tanggal 29 Maret 2005 sehingga Wahyudi ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya meminta permohonan maaf karena sebelumnya tak mengenal bapak. Saya tahu masalah Gustiansyah yang pada waktu itu tidak ada atau tidak saya ketahui adanya Bapak," tulis Wahyudi.
Di pihak lain, pihak Kejaksaaan Tinggi Jawa Timur melalui Windhu selaku Kasi Penkum mengakan bahwa berkas tahap pertama kasus yang menjerat Wahyudi Suyanto dari Bareskrim Polri telah mereka terima. Dengan nomor BP/51/X/Res.1.11/2024/Bareskrim, berkas perkara itu diterima pada 7 Oktober 2024 namun dikembalikan ke penyidik Bareskrim untuk dilengkapi seperti yang diminta pihak Kejaksaan.
"Pengembalian berkas perkara atas nama tersangka Wahyudi Suyanto Nomor B-6489/M.5.4/Eoh.1/10/2024, tanggal 18 Oktober 2024," tutur Windhu saat dikonfirmasi terkait hal itu pada Kamis (7/11/2024).
Sedangkan kuasa hukum Wahyudi Suyanto berdalih jika klienya selaku orang yang dititipkan sertifitkat tak bisa memutuskan kepada siapa sertifikat akan diberikan. Penyerahan tak bisa dilakukan karena berdasarkan putusan tetap, antara Budi Said maupun Gustiansyah adalah pihak yang sama-sama berhak atas SHGB No 991.
"Belum pernah ada eksekusi riil baik terhadap putusan 395 maupun putusan 1174. Klien kami bimbang putusan mana yang benar dan harus dipatuhi, sehingga bisa menyerahkan sertifikat kepada pihak yang sah agar tidak timbul masalah hukum dikemudian hari," ujar kuasa hukum dari Kantor Hukum William Hutabulu & Co.
Padahal keputusan tentang sengketa antara Gustiansyah D Kameron dengan Budi Said dan Wahyudi Suyanto telah diputus hingga Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, MA menolak PK yang diajukan Budi Said dan menyatakan permohonan Gustiansyah atas eksekusi mempunyai kekuatan eksekutorial.
Gustiansyah kemudian menggugat Budi Said dalam hal penjualan tanah seluas 16.766 m2 yang diterangkan dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 991. Pada 29 Maret 2005 Gustiansyah menjual tanah tersebut pada Budi Said melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) No 144 yang dibuat di hadapan notaris Wahyudi Suyanto.
Sesuai PPJB No 144, harga objek tersebut senilai Rp 3,3 miliar, namun baru dibayarkan sebesar Rp 1,67 miliar. Sertifikat Hak Guna Bangunan No 991 tersebut disebut dititipkan kepada Wahyudi untuk menjamin terlaksananya transaksi. Namun, hingga saat ini, Budi Said belum melunasi kewajibannya membayar pembelian tanah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H