Sejumlah pihak menyebut Menteri BKPM Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, telah melakukan sejumlah tindakan menyimpang terkait pencabutan izin usaha pertambangan (IUP).Akibatnya keputusasn yang diambil berakibat pada status cacat kewenangan.
Jika diurai, alasan cacat dalam aturan itu tak lepas dari dasar hukumnya, karena menurut Pasal 119 pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), pencabutan IUP hanya bisa dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sehingga secara teknis Bahlil bukan menteri yang punya kewenangan langsung dan yang dilakukannya sejak awal sudah bermasalah. Itu bermula dari kewenangan yang memberi kuasa Menteri Investasi/Kepala BKPM mencabut izin tambang dan itu sendiri sudah salah urus. Maka hak dan kewenangan Bahlil melalukan pencabutan hak izin sendiri sudah cacat secara wewenang.
Jika dalam kewenangan saja sudah terjadi distorsi, maka penyimpangan lain dalam kasus pencabutan IUP yang dilakukan Bahlil tersebut juga tak punya landasan hukum. Hal itu tak lain karena tugas utama yang diberikan presiden Joko Widodo kepada sang menteri adalah sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Satgas sendiri berdiri berdasarkan pada Keputusan Presiden No. 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Sementara pada bagian lain terdapat Peraturan Presiden Nomor 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi sebagai landasan hukum pembentukan Satgas. Namun untuk perpindahan wewenang tidak ada dalam perpres tersebut.
Maka yang terjadi sebenarnya adalah cacat prosedur. Hal itu jika mengacu kepada Pasal 185 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 dijelaskan bahwa pemegang IUP untuk penjualan yang melanggar ketentuan bakal dikenakan sanksi administratif secara bertahap dan tidak serta-merta langsung dicabut IUP-nya.
Untuk sanksi administratif, bentuknya mulai dari peringatan tertulis lalu penghentian sementara mulai dari sebagian hingga seluruh kegiatan eksplorasi maupun operasi serta produksi hingga pencabutan IUP. Maka wajar jika kemudian dalam kecacatan secara wewenang yang dan prosedur tersebut menjadi peluang karena ada celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh Bahlil atau perusahaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI