DEMOKRASI DI ATAS KERTAS + OLIGARKI PARTAI
Pada umumnya, akhir-akhir ini setelah 100 hari pemerintahan Jkw yang dipilih langsung oleh rakyat, kekesalan dan kekecewaan di alamatkan ke kalau tidak Jkw ya Partai Pengusung. padahal, itu adalah optimal decision given system constraints :
1. Presiden dipilih langsung oleh rakyat BERDASAR OPINI YANG DIBENTUK OLEH MEDIA, dengan harapan SESUAI dengan KEHENDAK RAKYAT atau HARAPAN RAKYAT atau PEMBENTUK OPINI. Padahal, Roh Jahat itu bisa muncul dalam harapan surgawi. Sebaliknya, Roh Kebenaran itu bisa muncul dalam bentuk yang sebaliknya. Memangnya Iblis akan selalu muncul dengan keiblisannya ?
2. Multipartai yang konon cermin negara demokrasi jelas akan berujung pada koalisi. Pelajaran sejak SBY telah menjadi cermin besar hingga sekarang.
3. Tress-hold 20% menyebabkan satu partai harus dominan kalau tidak ingin membangun oligarki partai guna mengusung. Meskipun SBY didukung oleh 61% dan Demokrat bisa mengusung SBY namun SBY tetap berkoalisi karena takut koalisi di luar demokrat akan berkoalisi dan menjadi batu sandungan selama pemerintahan. Maka, potensi aji mumpung, bagi kue tinggal menunggu aktualisasi dan terbukti ! Bahkan di pemerintahan Jkw yang memili pemuja maha dahsyat.
4. Misi Koalisi oligarki partai tentu beda dari bila masing-masing partai berdiri sendiri, Maka, kekacauan kebijakan Jkw bersumber disini, apalagi ditambah leadership style Jkw yang suka DOORSTOP dan terlalu percaya diri atas kemampuannya berdiplomasi.
5. There is no such thing like free lunch TAK TERELAKKAN ! Meskipun Jkw didukung oleh mayoritas yang terpaut 7% dari lawannya.
6. Tidak semua pemilih Jkw adalah para pendukung partai pengusung atau paling sedikit aspirasinya konsisten di Pileg. Ini berakibat pada ketidaksambungan antara harapan dan realita. Kini lihat malah lawan koalisi mendukung Jkw dan Rafli Harus yang pakar dan Prof Tata Negara berkata dunia sudah terbalik. Padahal, itu adalah konsekuensi logis pilihan demokrasi.
Oleh karena itu, Hulu masalah ada di sistem dempokrasi yang dipilih. Pimilihan langsung Presiden, namun partai pengusung tidak mencapai 20% tress-hold dan ada banyak partai. Akibatnya harus ada koalisi dan sebagai konsekuensi logis harapan para pemilih Jkw berbeda dari partai pengusung yang masing-masing punya kepentingan, dan itu sudah jelas terprediksi.
Percayalah, tahun 2019 juga akan seperti ini dan kita hanya akan melanjutkan episode dengan peran dan tema yang berbeda. Lumayan, Kompas Tv dan Kompas sudah mulai kembali ke jalan yang benar :-) dan selalau mengingatkan tentang janji Jokowi dengan harapan agar ingat, itu harapan Togog, karena mBilung selalu berbeda dari Togok.
Pertanyaannya: MENGAPA MENYESAL KETIKA HARAPAN DAN REALITA BERBEDA, PADAHAL SUDAH DIKETAHUI SEBELUMNYA?