*MENANTI PEMIMPIN TERBAIK HASIL PILKADA*
Seri Leadership : 35
Oleh : Basuki Ranto*)
Hajat Akbar Memilih Pemimpin Negeri melalui Pilkada serentak hari ini (Rabu, 27-11-2024) telah usai dilaksanakan melalui pemungutan suara di TPS.
Seluruh TPS di semua daerah secara bersama dan serentak memulai pada pukul 07.00 dan mengakhiri pada pukul 13.00 yang kemudian dilanjutkan dengan penghitungan dan proses berikutnya sesuai ketentuan yang berlaku sesuai ketetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Secara umum prlaksanaan Pilkada serentak berjalan dengan lancar. Hal ini disampaikan Presiden Prabowo Subiyanto seusai melakukan pencoblosan di sekitar kediamannya Hambalang Bogor.
Dari sistem juga terkesan sudah baik walaupun diakui masih ada saja kekurangannya dan hal itu yang akan dijadikan bahan perbaikan, karena sesungguhnya tidak ada sesuatu yang sempurna.
Di semua daerah menanti Pemimpin terbaik dari hasil perhitungan hasil Pilkada serentak ini. Melalui Pilkada serentak yang merupakan hajat akbar memilih pemimpin ini, disetiap daerah akan memiliki Pemimpin terbaiknya baik Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati dan Walikota-Wakil Walikota disetiap daerahnya.
Dalam sistem Pilkada serentak dengan mengusulkan nama figur yang diusung oleh partai baik sendiri maupun koalisi dengan partai lain sehingga memunculkan beberapa nama calon yang akan dipilih pada pemungutan suara pada pilkada serentak tersebut.
Hasil Pilkada nantinya akan diumumkan oleh KPU secara resmi akan diumumkan melalui rekapitulasi mulai 27 November 2024 sampai 6 Desember 2024.
Walaupun demikian secara serentak beberapa saat setelah penutupan penungutan suara hasil sementara telah diinformasikan melalui hitung cepat (quick-count) yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei diataranya: Charta politika, SMRI, LSI dan lainnya secara serentak pula mengumumkan hasil sementara melalui hitung cepat (quick-count), namun ini bukan merupakan hasil resmi, karena hasil resmi akan diumumkan oleh KPU pada waktu yang sudah ditentukan. Namun sebagai gambaran untuk mengetahui berbagai kecenderungan tentang Pimpinan Daerah dan beberapa fenomena yang terjadi antara survei elektabilitas dengan hasil quick-count.
*Trend Kemunculan Pimpinan Daerah*
Sebagai mana kita ketahui bahwa Pilkada serentak ini sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan kedua Undang-Undang No 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang No 1 tahun 1014 tentang Pemilihan : Gubernur, Bupati dan Walikota.
Oleh karena itu Pimpinan Daerah akan berproses melalui representasi baik secara sendiri maupun koalisi dengan memperhatikan persyaratan elektoral ....
Trend yang terjadi saat ini ada partai yang secara sendiri mencalonkan (contoh PDIP di Jakarta mencalonkan Pramono Anum dan Rano Karno sebagai d an ada partai yang bergabung secara koalisi dan bahkan koalisi gemuk seperti Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) dengan bergabung PKS dan Demokratyang mengusung Ridwan Kamil sebagai Gubernur dan Suswono sebagai Wakil Gubernur. Pertanyaannya kemudian apakah dalam Pilkada ini Koalisasi kuat plus gemuk akan memenangkan pemilihan atau sebaliknya partai yang hanya sendiri mengajukan kadernya sendiri akan kalah? Bahkan calon yang independen (tidak diusung) oleh partai tidak akan ada pemilihnya?
Jakarta dapat digunakan sebagai contoh bahasan tentang trend ini. Betapa tidak kuat partai pengusung atas calon RK dan Sus apalagi plus PKS yang dalam Pemilu beberapa bulan yang lalu sebagai pemenang sehingga memiliki kursi terbanyak di DPRD Deerah Khusus Jakarta. Kemudian kita kaitkan dengan masuknya kedalam KIM plus dengan meninggalkan Anes Rasyid Bawesdan (ARB) yang semula menggadangnya untuk maju di Calon Gubernur Jakarta , maka terjadi trend beralihnya pemilih untuk pindah ke Pasangan Calon lain dan tidak mendukung Koalisi (ini perkiraaan saja mudah-mudahan tidak benar).
Dari hasil perhitungan cepat memunjukkan bahwa pada indikator pemilih sudah seluruhnya (100%) masuk rata-rata dari empat lembaga survei menunjukkan hasil
Sementara untuk Pramono Anum lebih 50% (51.03% SMRC dan Charta Politika 50,15%) sementara Ridwan Kamil-Suswono : 39,25% (Charta Politikq) ; 38,80% (SRMC). Hal ini menunjukkan adanya trend positif atas Pramono-Rano apakah karena endorsment Anis sehingga pemilih dari PKS beralih ke Paslon Nomor urut 3 (ini kemungkinan lho). Sementara Paslon Nomor 1 yang notabene didukung oleh koalisi gemuk (KIM plus) yang didalamnya Wperolehannya kebih kecil. Apakah ini adanya fenomena PKS meninggalkan Anis(ini perkiraan dan anggapan pribadi).
Sementara ada sebuah trend kejutan yaitu dari Paslon independen dari hitungan cepat memperoleh suara 10% dari yang diprediksi dari survei elektibilitas yang hanya dibawah 5%. Bisa jadi trend kenaikan ini berasal dari pelarian sebuah kekecewaan pemilih atas calon yang didukung.
Inilah trend pilkada di Jakarta yang menggambarkan profil pemilih yang cerdas dan bisa dijadikan pagu ukur atas realitas dan menggambarkan pemilih yang cerdas.