Lihat ke Halaman Asli

Basuki Kurniawan

Akademisi UIN KHAS Jember

Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan: Ancaman Ekologis, Sosial dan Ekonomi yang Mendesak

Diperbarui: 12 Januari 2025   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan: Ancaman Ekologis, Sosial, dan Ekonomi yang Mendesak

Rencana pembukaan 20 juta hektare hutan di Indonesia menimbulkan kekhawatiran mendalam terhadap masa depan lingkungan hidup dan keberlanjutan ekosistem. Hutan yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekologi global. Pembukaan lahan secara besar-besaran dapat mempercepat laju deforestasi, mengancam habitat spesies endemik yang hanya ditemukan di wilayah tersebut, serta memicu kepunahan massal yang akan merusak keanekaragaman hayati.

Selain itu, dampak ekologis lainnya meliputi peningkatan emisi karbon akibat berkurangnya fungsi hutan sebagai penyerap karbon alami. Hal ini berkontribusi langsung pada percepatan perubahan iklim yang mengancam kehidupan manusia secara global. Ketidakseimbangan ekosistem yang dihasilkan dapat menyebabkan gangguan pada rantai makanan, penurunan kualitas tanah, serta berkurangnya daya serap air yang memperbesar risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

Dampak sosial dari deforestasi skala besar ini juga signifikan. Pembukaan lahan sering kali diiringi dengan penggusuran masyarakat adat yang selama ini bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Konflik agraria yang melibatkan perebutan hak atas tanah semakin marak, sementara praktik kriminalisasi terhadap kelompok masyarakat yang memperjuangkan haknya menambah kompleksitas masalah yang dihadapi.

Dari sisi ekonomi, meskipun proyek ini mungkin menjanjikan manfaat jangka pendek seperti peningkatan produksi komoditas, dampak jangka panjangnya justru lebih merugikan. Hilangnya jasa ekosistem, seperti potensi ekowisata, sumber daya genetik untuk obat-obatan, dan stabilitas iklim, akan berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat secara luas. Selain itu, ketergantungan pada pembukaan hutan sebagai solusi pembangunan dapat mengabaikan inovasi yang lebih berkelanjutan.

Sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, optimalisasi lahan terlantar yang sudah ada merupakan langkah yang patut dipertimbangkan. Penerapan teknologi pertanian cerdas (smart farming) yang mampu meningkatkan produktivitas lahan secara efisien, serta diversifikasi sumber energi terbarukan, dapat menjadi solusi yang lebih bijak tanpa mengorbankan ekosistem alami yang penting.

Program food estate yang sudah berjalan di Indonesia juga perlu dievaluasi dan dioptimalkan. Evaluasi menyeluruh terhadap keberhasilan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya dapat memberikan pembelajaran berharga untuk memastikan proyek pembangunan pangan tidak berdampak negatif pada lingkungan maupun masyarakat setempat.

Kesimpulan

Pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, kelestarian ekologi, dan keadilan sosial. Mengutamakan solusi seperti optimalisasi lahan terlantar, penerapan teknologi ramah lingkungan, dan pengembangan program food estate yang terarah dapat menjadi kunci untuk mencapai kesejahteraan jangka panjang tanpa merusak hutan yang menjadi warisan alam berharga bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline