Lihat ke Halaman Asli

Basuki Kurniawan

Akademisi UIN KHAS Jember

Hermeneutika Hukum: Menyelaraskan Teks, Konteks, dan Konstekstualisasi dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Diperbarui: 2 Desember 2024   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada tanggal 30 November 2024, Prof. Dr. Ni Luh Gede Astariyani, S.H., M.H., dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Hukum Perundang-undangan di Universitas Udayana. Dalam orasi ilmiah yang disampaikan, beliau membahas topik yang sangat relevan bagi dunia hukum di Indonesia, yaitu "Hermeneutika Hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan."

Apa Itu Hermeneutika Hukum?

Hermeneutika hukum adalah metode interpretasi hukum yang berupaya memahami dan menafsirkan teks hukum secara mendalam. Metode ini tidak hanya berfokus pada teks yang tersurat, tetapi juga mengeksplorasi gagasan dan nilai-nilai yang tersirat di balik aturan hukum. Dengan menggabungkan pendekatan filosofis, historis, dan sosiologis, hermeneutika hukum menjadi alat penting dalam memastikan keadilan, kepastian, dan kebermanfaatan hukum.

Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Ni Luh Gede Astariyani, hermeneutika hukum mencakup tiga elemen utama:

  1. Teks: Memahami bunyi aturan hukum sebagaimana tertulis.
  2. Konteks: Menelusuri latar belakang sejarah dan tujuan pembentukan aturan tersebut.
  3. Kontekstualisasi: Menyesuaikan interpretasi hukum dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat saat ini.

Mengapa Hermeneutika Penting dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?

Dalam orasinya, Prof. Astariyani menyoroti tantangan yang sering muncul dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti:

  • Korupsi legislasi.
  • Ideologi legislasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.
  • Kurangnya evaluasi pra dan pasca proses legislasi.

Hermeneutika hukum menawarkan solusi untuk menghadapi tantangan ini melalui pendekatan interpretasi yang holistik. Metode ini mengintegrasikan berbagai jenis interpretasi, seperti interpretasi gramatikal, sistematis, teleologis, dan historis, untuk memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak hanya adil tetapi juga relevan dengan kondisi sosial-budaya masyarakat.

Contoh Penerapan Hermeneutika Hukum

Sebagai contoh, Prof. Astariyani mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-XII/2014, yang menafsirkan Pasal 6A UUD 1945. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menggunakan pendekatan hermeneutika dengan menghubungkan setiap ayat dalam pasal tersebut untuk menghasilkan pemahaman yang utuh. Pendekatan ini menegaskan bahwa interpretasi hukum tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus mempertimbangkan keseluruhan konteks norma hukum.

Menjawab Tantangan Masa Kini dan Masa Depan

Hermeneutika hukum juga memberikan ruang bagi pembentukan hukum yang lebih progresif. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, kebutuhan hukum sering kali mendahului aturan yang ada. Dengan pendekatan hermeneutika, legislator dan hakim dapat menafsirkan hukum dengan perspektif futuristik, memastikan bahwa aturan yang dihasilkan tetap relevan di masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline