Lihat ke Halaman Asli

Garudaku, sampai kapan Engkau tertunduk malu??

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin banyak orang bilang,"Apa sih susahnya memilih 11 pemain sepakbola hebat dari jutaan masyarakat Indonesia ?". Pertanyaan ini yang sering terlontar sebagai buntut dari kegagalan demi kegagalan yang dialami oleh Tim Sepakbola Indonesia. Dewasa ini kegagalan lolos dari penyisihan grup Piala AFF 2012 di Malaysia menjadi cambuk keras yang memukul sendi-sendi persepakbolaan Indonesia. Hasil mengecewakan dapat terlihat ketika Indonesia gagal mengalahkan Laos bahkan Indonesia harus bersusah payah untuk menyamakan kedudukan 2-2 di penghujung laga. Di laga selanjutnya Indonesia mulai bangkit dengan mengalahkan Singapura. Kemenangan ini sontak mulai memercikkan secercah harapan. Tetapi di laga ketiga perbedaan kualitas semakin nyata ketika timnas ditaklukkan Malaysia dengan skor 2-0. Serangkaian hasil buruk inipun membuat timnas harus segera mengangkat koper lebih awal dari turnamen ini. Seluruh elemen masyarakat sangat kecewa melihat Garuda kembali takluk di medan perang. Kekecewaan kali ini semakin menusuk hati karena Garuda digembosi/dilemahkan oleh anak bangsa itu sendiri. Timnas layaknya pahlawan yang disuruh berperang , tetapi tidak diberi senjata dan perisai. Semboyan yang ada pada jersey terbaru Indonesia, my time is now, hanya menjadi pemanis di bibir saja. Keegoisan pengurus sepakbola negara inilah yang menjadi penghalang kemajuan sepakbola Indonesia. Hal ini diperburuk dengan sikap plin-plan yang ditunjukkan oleh pemerintah. Saya muak dengan artikel-artikel di media yang menyebutkan pemerintah akan coba untuk mendamaikan KPSI dengan PSSI dengan membentuk Joint Comittee tapi nyatanya tidak berhasil. Sampai pada hari berlangsungnya turnamen, timnas pun tidak berhasil menghimpun pemain-pemain terbaiknya.Malah kita sempat melihat ada timnas tandingan, yaitu tim KPSI yang berhasil merekrut Alfred Riedl sebagai pelatihnya. Saya melihat bahwa keberadaan JC ini hanya memperburuk keadaan. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini, tetapi sayangnya pemerintah tidak dapat bertindak tegas. Pemerintah layaknya orangtua yang ketika anaknya diserang demam tidak bertindak apa-apa. Tetapi ketika demam itu sudah semakin tinggi baru dia bereaksi dengan memberi anaknya obat generik. Hal tersebut sangat tidak bijaksana karena demam tinggi tidak mungkin dapat disembuhkan hanya dengan obat generik. Pada saat KPSI berdiri seharusnya pemerintah dalam hal ini KEMENPORA langsung bertindak. KPSI ini organisasi ilegal !!!. Dalam kondisi apapun, pemerintah harus tegas terhadap organisasi ilegal ini. Eh ini pemerintah malah membiarkan KPSI ini terus berkembang dan menebarkan tajinya. Belakangan ini juga dikabarkan bahwa Indonesia akan disanksi FIFA karena adanya dualisme kompetisi dan dualisme federasi sepakbola. Sebenarnya persoalannya ada di dualisme khan???. Kenapa pemerintah gak membubarkan KPSI saja dan persoalan selesai. Setau saya sebagai orang awam, FIFA hanya akan menghukum pemerintah yang mencampuri urusan rumah tangga federasi resmi sepakbola negara tersebut. Federasi resmi sepakbola Indonesia itu PSSI sedangkan KPSI itu organisasi ilegal dan berada di luar ruang lingkup federasi resmi. Jadi tidak mungkin FIFA menghukum sepakbola Indonesia karena pemerintah bertindak tegas membubarkan organisasi ilegal seperti KPSI. Saya dengan tegas berkata bahwa persoalan yang simple ini semakin rumit karena ketidaktegasan pemerintah. Pemerintah sepertinya takut dengan suatu kekuatan besar yang berasa di belakang KPSI ini. Berdasarkan pengamatan saya, generasi tim nasional sekarang merupakan generasi terbaik yang dipunyai Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir. Kita punya banyak pemain muda berbakat, seperti Syamsir Alam, Diego Michels, Kurnia Meiga, Abdulrahman, Alfin T, Patrich Wanggai, Egi M, Rasyid B, Titus Bonai, Andik Vermansyah, Yohanes Pahabol, dan masih banyak lagi. Pemain-pemain ini mempunyai bakat alami yang tidak kalah dengan pemain eropa. Bahkan banyak media massa yang menyanjung Andik sebagai Messi-nya Indonesia. Sayang sekali apabila generasi ini disia-siakan karena dualisme yang tidak kunjung selesai ini. Saya yakin sekali pemain-pemain ini akan membawa Indonesia kembali menjadi macan asia apabila dikelola dan dibina dengan baik. Pada akhir tulisan saya ini, saya ingin berpesan kepada pemerintah agar pemerintah harus tegas dalam menumpas organisasi-organisasi ilegal seperti KPSI ini. Sepakbola itu adalah alat yang tepat untuk menjadi pemersatu bangsa. Di setiap sudut jalan kita dapat melihat mulai dari anak-anak bahkan orang tua berbaur memainkan dan menonton olahraga ini. Bahkan bagi sebagian orang, sepakbola itu sudah seperti agama yang membawa kedamaian di hati mereka. Kita dapat menyaksikan ketika Indonesia bermain di Stadion Gelora Bung Karno, hampir 80.000-an masyarakat dari seluruh Indonesia datang dan bersatu mendukung timnas di GBK. Jumlah itu belum seluruhnya bahkan ada ribuan masyarakat yang sampai tidak kebagian tiket. Pemerintahan Bapak SBY hanya tinggal tersisa beberapa tahun lagi hendaknya pemerintahan ini memberikan kesan yang baik bagi masyarakat yang memilihnya dan bukannya malah berpihak kepada kepentingan-kepentingan pihak tertentu karena apa yang dilakukan Pemerintahan Bapak SBY ini akan menjadi album peristiwa yang akan terus diperbincangkan oleh generasi yang akan datang.

Garudaku, kembalilah mengaum, tunjukkan kekuatanmu di seantero dunia agar dunia memandang hormat Indonesiaku !!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline