Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Bersalin

Diperbarui: 15 Januari 2016   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kata para Ustaz, perempuan yang mati melahirkan itu pasti masuk surga. Pada malam ini apakah perempuan ini mesti di matikan saja sebab di sebelah sana kenikmatan telah menanti.

Malam ini di sebuah rumah sakit, tak ada senda gurau memenuhi ruangan. Seorang perempuan yang baru bersalin di perintahkan oleh dokter untuk diletakkan di ruang Bloksal karena di anggap gila. Rintihan perempuan di ruang bloksal itu makin keras, pasien itu jatuh. Betul, perempuan malang itu jatuh dari tempat tidurnya karena tali pengikatnya putus. Ia terguling dilantai yang dingin. Tubuhnya yang telanjang bulat itu merejang-rejang karena selimut yang menutupinya terlempar waktu ia jatuh.

Satu tangannya masih terikat dan lehernya tergantung pada perban pengikat badannya. Para Bidan datang menolongnya, kaki tangannya di pegang , di angkat pula dengan kekuatan. Perempuan itu merejang mau melepaskan diri.

Perempuan itu di ikat, kemudian di tinggalkan seorang diri. Dokter datang untuk memeriksa, apakah ikatannya sudah betul, kemudian sebuah jarum suntik membenam ke bagian tubuh perempuan itu, entah itu morphine atau apa pokoknya pasien yang malang itu sebentar lagi tertidur

Beberapa jam kemudian, menjelang pagi. Bidan-bidan itu berlari-lari bingung. Perempuan yang telanjang itu bisa melepaskan diri dari ikatannya. Dan telanjang bulat juga ia lari mau kembali ke ruang dua, tetapi ia tertangkap di depan “POLI KIA”.

Malam itu lalu, matahari mulai berkuasa. Perempuan itu tidak gila lagi, semua daya obat bius hilang.
“Dimana anakku…???” Suara perempuan itu yang terdengar berulang-ulang dari ruang Bloksal

“Anak Nyonya meninggal….” Jawab seorang bidan yang bicara dari lubuk hati perempuan ke perempuan sambil mencuci muka perempuan malang itu. Dia menangis akan kematian anaknya. Segerah di beri tukar pakaian dan perempuan malang itu mesti di bawa ke ruang dua. Perempuan itu tidak mengamuk lagi.

Malam tadi ia tidak bisa bicara sama Dokter dan Bidan-bidan itu. Tapi pagi ini ia bisa bagi penderitaannya bersama-sama dengan bidan yang telah beranak, telah menjadi ibu, pernah bersalin dan tahu penderitaan perempuan yang sedang di hadapinya itu.

Dan semestinya, para Bidan-bidan itu sebelum di beri Ijazah, mesti beranak dulu sebagai syarat kesempurnaan keahliannya, biar pengalamannya yang pedih bisa ikut bicara juga di hadapan orang bersalin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline