Lihat ke Halaman Asli

"Move On 12", Masih Membungkam

Diperbarui: 2 Mei 2018   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://harsonosapuan.blogspot.co.id/2010/?m=1

Di waktu fajar. Baru bangun tidur, ia menggeliat sebelum bangkit dari kasurnya. Ia mengawali harinya dengan membuka jendela, lalu menegakkan seluruh tubuhnya sambil merentangkan kedua tangannya ke atas. Dilihatnya mentari terbit masih menguning: berbentuk lebih besar dari siang hari. Pikirannya masih kosong, perasaannya pun sama. Udara berasa sejuk di pagi hari itu. 

Ia mencoba menghirup udara pagi dengan suka-rela. Ia memejamkan matanya dan menyatukan ujung jari-jari kedua tangannya sambil menghela nafas lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Hati dan pikirannya merasa tenang. Ia menikmatinya, dan ia berharap, hari-harinya selalu optimis tanpa ada kegaduhan lagi yang membelenggu jiwanya. 

Sarapan telah disediakan oleh ibunya. Dia dipanggil ibunya, "Ta, ibu sudah nyiapin sarapan di depan," tukas ibunya berlalu. Sinta bergegas mengambil handuknya lalu keluar kamar menuju kamar mandi. Dan setelah mandi ia baru menyantap sarapannya. 

Telepon genggamnya berbunyi: kring, kring, kring. Sinta mengira yang menelepon adalah mantan; sampai tergopoh-gopoh. Ternyata, yang menelepon adalah nomor nyasar. "Duuh, aku kira yang call kamu, Gih," celetuknya baper. 

Sudah lama rasa keberharapannya terhadap Sugih belum juga mendapat respon. Hati Sugih masih membungkam, seperti tak lagi mencintai Sinta. Meski begitu, entah mengapa Sinta merasa bahwa mantannya akan mencintainya lagi di kemudian hari. 

Sinta tersugesti oleh mimpi. Dalam mimpinya ia balikan lagi dengan Sugih, bahkan ia sangat PD itu akan terjadi. Karena itu, bukan hanya bunyi telepon, bunyi SMS pun dikiranya dari Sugih. Aneh. Tapi begitulah prasangkanya. 

"Hatimu memang kacau, Ta. Tapi engkau harus tetap melanjutkan hidupmu." Begitu ujar Sutejo mencoba menyadarkan Sinta. Karena diamatinya, Sinta belum bisa berhenti mengharapkan bekas pacarnya.  

Sinta berlaga tertawa di depan Sutejo, tetapi mencerminkan kebohongan. "Ha-ha-ha. Aku bahagia, kok," timpalnya sedikit tak tenang. 

"Ah. Pengakuanmu meragukan. Engkau mengucapkan itu, tapi tak sinkron dengan wajamu," Sutejo menyikapi dengan santai.

Saat bareng kumpul teman-temannya, Sinta selalu mengaku: perasaannya baik-baik saja---sudah tak lagi mempedulikan Sugih. Namun dibalik sikapnya---yang berlaga seperti tak berharap lagi sebenarnya menyembunyikan luka-lara. Meski ia selalu menunjukkan keceriaan tetapi kaku: ada tekanan batin. 

Suatu waktu di rumah Susi. Sinta bercerita mengenai mimpinya lalu jiwanya tergugah untuk menemui Sugih. Ia menarik tangan temannya agar mau menemaninya jalan. Tetapi dia tak bilang ke rumah Sugih. Sampai di rumah Sugih pun ia tak berani menamu. Sinta hanya lewat saja. Yang ia rasa, Sugih sedang menunggunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline