Lihat ke Halaman Asli

Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.

Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Menimbang Tindak Tutur dan Kesantunan Membahas Virus Corona

Diperbarui: 12 Maret 2020   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menggunakan masker. (shutterstock via kompas.com)

Tindak tutur dan kesantuan pejabat publik, public figure, warga net, dan seluruh pengguna gadget --termasuk kita semua-- dalam berpendapat di media atau menggunakan media sosial perlu mempertimbangkan kesantunan sehingga tidak menimbulkan keresahan masyarakat di tengah-tengah ancaman virus corona yang kian menyebar. Dengan demikian, kita semua diharapkan selalu dapat melakukan tindak tutur yang santun sesuai dengan konteksnya.

Kesantunan dalam membuat statemen atau berpendapat---termasuk membagikan konten ke group WA)--menunjukkan kesadaran diri terhadap tata krama bermedia. Kesantunan sangat terkait dengan kearifan, kerendahan hati, dan simpati, sehingga harus selalu diutamakan. Kita semua hendaknya menggunakan kalimat yang lugas agar  lebih santun dan lebih harmonis.

Terkadang aspek pragmatis yang menghubungkan antara pernyataan dengan konteks menjadi penyebab statemen kita menjadi tidak santun. Di sinilah perlunya mengatur dan mempertimbangkan secara berulang kali tentang apa yang hendak kita sampaikan apakah sudah sesuai dengan konteks atau situasi yang ingin disampaikan. 

Dan apakah konten yang akan kita sampaikan benar-benar santun. Situasi tutur ternyata juga mampu melahirkan tuturan yang kurang santun, karena tuturan merupakan akibat dari situasi tutur yang melingkupinya. 

Begitu juga peristiwa tutur akan sangat mempengaruhi santun tidaknya suatu tindak tutur, karena peristiwa tutur merupakan rangkaian dari tindak tutur yang terorganisasikan.  Oleh karena itu, kita harus memperhatikan situasi dan kondisi saat konten hendak di sampaikan melalui media sosial, atau media yang lain.

Seperti pernyataan salah satu pejabat publik yang mengatakan, sebanyak 115 orang di DKI dipantau, dan 32 orang pasien diawasi terkait virus corona. "Corona Landa Indonesia, Ini genting, harus ada tindak lanjut." 

Semua itu, dapat dimaknai sebagai ucapan pleonasme yang justru menakuti masyarakat, sehingga perlu ditingkatkan taraf kesantunannya.

Ustadz Abdul Somad (UAS) yang mengatakan bahwa "Corono sebagai tentara Allah"--yang akhirnya diralat dan dijelaskan maksudnya dengan lebih panjang---juga merupakan tutur yang perlu ditingkatkan derajat kesantunannya, karena ada pihak yang tersinggung atau merasa dijadikan sasaran 'tembak'.  

Tindak tutur salah satu wali kota yang terkesan memberikan 'branded' dan menganjurkan warganya untuk minum jamu dari Jahe, kunyit, dan temulawak untuk penangkal virus Corona juga dapat dikatakan kurang santun, karena belum teruji secara klinis atau medis. 

Termasuk Menkes yang selalu 'membahagiakan' masyarakat dengan mengatakan "penyakit karena virus conona dapat sembuh sendiri", "masker hanya untuk orang sakit", "tidak perlu fobia dengan virus corona", dan berbagai pernyataan lain, juga dapat dimaknai sebagai tutur tindak yang masih perlu ditingkatkan muatan kesantunannya.

Banyaknya berita hoaks yang ada di media sosial, juga menunjukkan bahwa pembuat dan penyebar berita hoax tersebut belum mampu membedakan mana tindak tutur yang santun dan tidak santun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline