Lihat ke Halaman Asli

Sofyan Basri

Anak Manusia

Bupati Tanpa Wakil Adalah Khianat

Diperbarui: 10 Juni 2019   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://lifestyle.okezone.com 

Hingar bingar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 telah didendangkan sejumlah pihak. Baik itu mereka yang mengaku siap maju pada pesta demokrasi lima tahunan itu maupun mereka yang siap menjadi tim sukses tokoh-tokoh penting yang siap bersaing memperebutkan kursi panas sebagai kepala daerah.

Tak kurang dari 13 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak. Diantaranya adalah Kabupaten Barru, Bulukumba, Gowa, Takalar, Kepulauan Selayar, Luwu Timur, Luwu Utara, Kabupaten Maros, Pangkajene Kepulauan, Soppeng, Tana Toraja, Toraja Utara, dan Kota Makassar.

Bagi saya, ada dua daerah yang luput dari perhatian yakni Kabupaten Barru dan Soppeng. Dalam beberapa kesempatan, saya pernah menulis berita yang menyentil untuk daerah tersebut. Pasalnya, dua daerah ini dalam beberapa tahun terakhir tidak didampingi oleh wakil bupati.

Walau dalam menjalankan roda pemerintahan, posisi wakil bupati tentu tidak menjadi kewajiban untuk menjalankan program maupun janji-janji politik sang kepala daerah. Akan tetapi, posisi ini cukup penting dalam memberikan pengawasan dan peringatan kepada kepala daerah jikalau ada sesuatu yang cukup mengganjal.

Diluar dari daripada kepentingan politik sejumlah partai pengusung, rakyat berhak diberikan penjelasan mengenai hal ini. Sebab pada Pilkada lalu, tentu rakyat sebagai pendorong mandat kepada kepala daerah tidak dengan satu orang melainkan berpasangan yakni bupati dan wakil bupati. Ini tidak boleh dilupakan oleh siapapun juga.

Ketidakmampuan partai politik pengusung, bupati, anggota DPRD, maupun pihak lain yang terkait secara nyata mengorbankan pilihan rakyat. Kenapa demikian? yah tentu karena pada hakikatnya memilih kepala daerah pada ajang Pilkada adalah berpasangan. Jangan karena keegoisan sejumlah pihak, pilihan rakyat seakan dibutakan.

Adalah hak kita sebagai rakyat untuk bertanya kenapa hingga sekarang posisi itu kosong? atau karena memang sengaja untuk dikosongkan? Jangan buat kami sebagai rakyat berprasangka buruk sehingga menimbulkan kecurigaan yang tidak berujung. Kami tentu hanya ingin diberikan keterangan yang tidak simpang siur dan tidak saling lempar tanggungjawab.

Pada beberapa kesempatan saya berbincang dengan sejumlah tokoh politisi dari partai politik pengusung sang kepala daerah, mereka pada mengklaim telah melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak untuk menemukan solusi terkait ini. Akan tetapi, mereka kebanyakan berdalih tidak menemukan jalan lain. Musababnya setiap partai mengklaim paling berhak.

Sebagai contoh, untuk posisi wakil bupati Soppeng. Pihak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengaku telah menyodorkan dua nama kepada bupati dan DPRD. Hal yang sama juga disampaikan oleh partai politik pengusung lain seperti Gerindra, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kabangkitan Bangsa (PKB) sertai non parlemen PKPI dan Hanura. Hal yang sama juga berlaku di Barru.

Untuk itu, perlukan partai-partai ini menyakiti hati rakyat untuk mengembosi kepentingan dengan mengosongkan posisi wakil bupati. Sedangkan dilain pihak, mereka akan sangat membutuhkan tangan-tangan Tuhan dari rakyat untuk memilih pilihan usungannya di Pilkada maupun pada moment politik lainnya. Jika tetap saja, partai ini egois. Maka tentu tidak salah bagi rakyat jika menarik dukungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline