Lihat ke Halaman Asli

Sofyan Basri

Anak Manusia

Berkenalan dengan Diri Itu Penting

Diperbarui: 15 Agustus 2018   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

estudopratico.com.br

Ada yang berlari kemudian terjatuh. Ada yang terjatuh kemudian bangkit. Ada yang bangkit kemudian jatuh lagi. Setelahnya menyendiri. Takut berjuang lagi. Karena akan jatuh lagi. Memang peluang jatuh ketika bangkit itu sudah pasti. Tapi apakah kita mau kalah pada kemampuan diri.

Menjadi baik dimasa depan adalah harapan tiap orang. Bermain bersama keluarga atau teman tentu saja membahagiakan. Tapi apakah mungkin itu bisa diraih jika hanya menutup diri tanpa inovasi? Bukan perubahan selalu abadi. Sudah kewajiban bangkit lagi dan lagi. Tidak ada kata berhenti untuk memperbaiki diri.

Kemarin aku bertemu teman. Bercerita tentang kisahnya yang pilu beberapa bulan lalu. Katanya kekasihnya pergi lalu meninggalkan luka yang begitu pilu. Aku tentu saja menikmati tiap alur ceritanya. Ini saya lakukan sebagai bentuk pertemanan. Apalagi bukan kali ini saja aku mendapati ceritanya.

Mungkin sebagian orang akan bosan dengan cerita itu-itu saja. Tapi jika kamu sebagai aku yang mengaku sebagai teman, apa iya itu akan kamu lakukan. Sedang teman butuh sandaran. Atau malah butuh sedikit tempat untuk meluapkan kegelisahan. Bukankah itu perlu sebagai pembuktian kepedulian dalam pertemanan.

Singkat cerita, teman kembali bergairah. Katanya dirinya siap untuk melupakan masa lalu. Kemudian akan mengubahnya menjadi sebatas kenangan. Katanya lagi masa depan sedang menunggu. Aku tentu saja sangat gembira. Saya hanya mendengarkan dan sedikit memberikan saran tapi berefek luar biasa.

Teman kemduian bertanya, apa yang bagus untuk dilakukan. Aku sendiri sedikit bingung. Katanya sudah siap tapi nyatanya masih bingung mau melakukan apa. Aku berkilah bahwa melakukan hal sederhana saja namun bermakna. Teman kembali bingung. Dia tak tahu apa yang sedang kumaksudkan.

Apa daya, itu kemudian membuat diskusi menjadi panjang. Mungkin lebih panjang perjalananku pekan kemarin dari Makassar menuju Sinjai melalui jalur Maros-Bone-Sinjai. Kemudian kembali ke Makassar melalui jalur Bulukumba-Bantaeng-Jeneponto-Takalar-Gowa-Makassar. Entahlah.

Hingga pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa lebih baik menjadi diri sendiri. Melakukan apa yang disukai dan digemari. Itu sangat menyenangkan. Melakukan kegiatan yang sekaligus sebagai kegemaran. Wah betapa nikmat rasanya.

Teman malah tambah bingung. Aku tidak tahu harus menjelaskan dari mana. Sebab apa yang kusampaikan seperti terbentur dikepalanya. Tidak masuk dalam DNA otaknya. Apalagi ke dalam relung hatinya. Aku tentu tertawa saja. Dari semula dirinya yang banyak cerita kemudian menjadi pendengar yang baik. Ini menjadi sebalik.

Aku menyederhanakan penjelasan dalam satu kalimat pertanyaan. Apa yang kau sukai? Tapi dia belum bisa menjawab. Lima menit kemudian, dia teriak "Saya suka makan" katanya. Hahaha. Jawabannya tidak sempat saya pikirkan sebelumnya. Aku bilang "Semua orang suka makan, sebab jika tidak makan matilah". Kami tertawa.

Oh iya, saya ingin mengatakan kepada para pembaca bahwa jangan menjadi tidak kenal kepada diri sendiri. Iya seperti teman saya ini. Jika ditanya apa yang dia sukai, dia bingung. Ditanya apa yang digemari, hanya mampu diam seribu bahasa. Hati-hati, itu pertanda buruk teman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline