Lihat ke Halaman Asli

Sofyan Basri

Anak Manusia

Memandang Diri

Diperbarui: 30 Juli 2018   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hidup memang mesti dijalani. Kalau tidak mampu, yah menyerah saja dan mati. Kupikir hanya itu pilihan ketika diperhadapkan pada kata "hidup". Semua orang memiliki jalannya masing-masing. Kamu tidak bisa menjadi hidup orang lain menjadi hidupmu. Pun sebaliknya.

Hidup bukan hanya tentang makan dan minum. Hidup juga bukan tentang mempersiapkan kematian. Apalagi jika hanya untuk kesenangan. Hidup adalah bagaimana kita menjadi diri sendiri, mengenali diri sendiri, dan mengakui keberadaan diri orang lain diluar dari diri kita sendir

Kamu mungkin akan mencari yang terbaik. Akan melihat dengan berbagai sudut pandang yang kamu sukai. Jika sudah demikian, apakah itu sudah yang terbaik? Tentu saja, itu sudah mewakili mungkin satu dan mungkin yang lainnya. Untuk itu, kenapa mesti mencari yang lebih baik sedang dirimu sudah baik.

Katanya, menjadi baik itu adalah menentukan diantara pilihan-pilihan. Dimana dalam penentuan itu akan ada keberanian untuk mengambil atau hanya diam saja. Sama ketika dalam pencarian pasangan. Semua orang tentu akan sepakat untuk mencari yang terbaik dari yang paling baik

Tapi apa? Banyak kemudian merasa dalam pencarian dan mendapatkan. Itu bukanlah yang terbaik. Jika demikian, apakah itu salah? Iya, bisa jadi itu adalah sebuah kesalahan. Dimana kita diajarkan untuk merefleksi diri. Tentang apa yang salah dan tentang apa yang benar dalam proses pencarian.

Dalam beberapa hal, memang kau harus mencari. Karena itu sudah menjadi bagian dari kodrati untuk memenuhi kekurangan dengan kesempurnaan pada apa yang dicari. Akan tetapi, mungkin akan banyak kesalahan dari proses mencari. Salah satunya melakukan pencarian diluar dari diri tidak dari dalam diri.

Sebab untuk apa mencari yang paling baik diantara yang kita sukai. Sedang dipihak lain kita tidak mengenali kekurangan diri yang bisa jadi bertabrakan dengan yang disukai. Bukankah menemukan yang baik itu bukan dengan mencari yang terbaik. Akan tetapi, cukup dengan mengenali diri secara baik.

Seseorang tiba-tiba akan menjadi seorang perpanjangan tangan rakyat di DPR. Memutuskan siap menjadi wakil rakyat yang amanah dan berjuang untuk kepentingan rakyat. Tapi pada akhirnya akan bermasalah dengan hukum yang sebenarnya sudah diketahuinya secara fasih. Muncullah koruptor dan lainnya.

Jika sudah menjadi demikian, lalu apa yang salah? Sistem? Penegakan hukum yang amburadul? Tidak memiliki moral yang cukup? Tidak beragama? Atau karena apa? Pada umumnya kita akan kehilangan kesadaran bahwa yang sebenarnya terjadi karena faktor eksternal. Bukan karena faktor internal tentang siapa diri kita sendiri?

Semua akan memperolok-olok. Memunculkan dagelan yang sebenarnya telah usang. Bahwa saya-lah yang paling benar, aku-lah yang paling benar, dia-lah yang paling benar, meraka-lah yang paling benar. Menghabiskan waktu dan tenaga hanya untuk memuaskan keinginan yang kita sukai dan tidak kita sukai.

Tidak memandang ke dalam diri. Untuk mencoba menjadi manusia yang sempurna dengan nalar pikir dan nurani rasa. Menjadi pemikir sebentar itu membuat diri kita mengihadari jalan yang kasar. Menjadi perasa peka itu akan membuat diri kita menjadi tidak tegaan. Aku hanya ingin seperti itu. Mungkin kamu, kalian dan mereka juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline