Lihat ke Halaman Asli

Sofyan Basri

Anak Manusia

Otokritik Jokowi Permudah TKA

Diperbarui: 10 Maret 2018   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hreonline.com

 Sikap pemerintah melalui Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendesak untuk mempermudah Tenaga Kerja Asing (TKA) cukup memprihatinkan bagi saya. Bagi saya pribadi, kebijakan tersebut seakan menspesialkan TKA dan tidak adil. Bahkan sedikit melupakan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri. Semestinya bagi saya, Presiden mempermudah lulusan universitas negeri/swasta dalam negeri untuk mendapatkan keahlian. Karena saya sendiri paham dan tahu betul bahwa banyak lulusan universitas masih kurang siap masuk dalam dunia kerja. Tentu ini adalah pengalaman pribadi dan beberapa teman.

Sejatinya, untuk melakukan perbaikan dalam sistem pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga universitas memang cukup kompleks. Perlu waktu yang cukup lama, perlu biaya yang cukup besar, dan berbagai indikator lainnya. Sehingga ini tidaklah semuda membalikkan telapak tangan dan saya kira ini hal yang lain. Oleh karena itu, kritik saya terhadap Presiden yang katanya sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) atas kebijakan barunya itu tidaklah cukup bijak. Seharusnya, Presiden mengacu pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia baru keadilan sosial kepada TKA.

Jika alasan Presiden adalah ketidakmampun SDM dalam negeri untuk menjalankan program dalam dunia kerja yang sedang atau yang akan direncanakan, maka hal yang mesti dipikirkan adalah pemberian kemudahan untuk mendapatkan sertifikat profesional dalam bidang tertentu dalam lembaga pendidikan non formal. Salah satu yang paling realistis bagi saya adalah pemberian subsidi atau hibah bagi para sarjana untuk menambah ilmu pada lembaga pendidikan non formal untuk mendapatkan sertifikat K3 dan lain-lain. Ini tentu akan lebih mempertajam ilmu yang telah didapatkan sebelumnya dibangku kuliah sehingga siap bersaing dalam dunia kerja.

Khusus untuk di Kota Makassar, biaya untuk masuk dalam pendidikan non formal baik untuk mendapatkan sertifikat K3 maupun sertifikat lainnya itu sekitar Rp7.000.000. Biaya itu sendiri sangat tergantung dengan program yang diambil.

Diawal tulisan ini saya mengatakan kebijakan Presiden tidak adil karena alasan ini. Seakan-akan pemerintah sangat welcome kepada TKA yang belum tentu sesuai dengan yang diharapkan seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan RI nomor 16 tahun 2015.

Dimana dalam Permen tersebut diatur sangat detail mengenai TKA. Salah satu syarat yang sangat krusial dalam Permen tersebut adalah pasal 36 ayat (1) poin (b) "Memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling lama 5 tahun".

Semua tentu sudah tahu jika banyak TKA yang datang ke negara ini tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Bahkan, kadang mereka yang berstatus TKA tidak memiliki keahlian khusus seperti yang diatur dalam Permen nomor 16 tahun 2015. Tak jarang pula ada TKA yang bekerja sebagai buruh seperti yang pernah didapat di Sultra lalu. Yang paling anehnya lagi adalah TKA itu kebanyak dari Tiongkok (China). Seperti yang ada di Kabupaten Jeneponto, Barru, dan Pangkep. Oleh karena itu, sangat miris rasanya jika Presiden sangat menspesialkan para TKA tersebut sedang dilain pihak pengangguran dimana-mana.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 lalu merilis kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang. Pertambahan jumlah pengangguran tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah angkatan kerja di Indonesia (kompas.com).

Dengan demikian, saya ingin bertanya secara serius kepada pemerintah bahwa kebijakan mempermudah TKA itu sudah dipertimbangkan secara matang atau tidak. Dan seberapa besar pengaruh para TKA itu terhadap pekerjaan yang sedang atau yang akan dikerjakan oleh pemerintah. Sebab sampai saat ini belum ada data valid soal itu. Disisi lain, kebijakan permudah TKA itu tentu akan sangat berefek dengan peningkatan jumlah TKA yang akan masuk. Saya kira itu akan terjadi secara otomatis, meski belum ada data yang real sampai saat ini. Tapi, saya cukup yakin bahwa itu akan terjadi.

Dengan membludaknya para TKA, tentu saja pengawasan terhadap mereka akan cukup sulit dilakukan oleh pemerintah. Jangankan berbicara pengawasan yang akan datang, pengawasan terhadap TKA sebelum-sebelumnya kan cukup sulit, bahkan bagi saya cukup jebol.

Faktor pengawasan ini begitu penting. Jangan sampai, para TKA yang menyerbu nusantara hanya akan menjadi beban kedepannya. Seperti yang terjadi di Bogor lalu, dimana didaparkan orang bertani cabai yang katanya mengandung zat yang berbahaya. Bahkan, tidak hanya di Bogor. Saya juga pernah mendengar isu yang cukup menohok jika pada salah satu kabupaten di Sulsel ada perkebunan lada (merica) dengan luasnya ratusan hektar dimiliki oleh orang asing. Menurut kabar burung yang beredar orang asing itu berasal dari Tiongkok. Entahlah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline