Anda tak perlu merasa kebakaran jenggot karena merasa ternista, atau bahkan bersorak membenarkan.
Pernyataan Ketua Umum Grace Natalia pada Ulang Tahun Partai Solidaritas Indonesia tentang tidak akan pernah mendukung Perda (Peraturan Daerah) Berbasis Syariah atau Injil seolah "kontroversial" dan tidak sesuai dengan pemikiran dari kaum agamis konservatif di Indonesia.
Sebaliknya, banyak juga yang mendukung pernyataan ini sebagai satu angin segar tanpa basa-basi khas millenial yang selama ini sudah muak dengan tipikal berpolitik yang itu-itu saja? Mendukung Pancasilais tulen yang merasa bahwa tindakan mengebiri Perda Syariah (atau berbasis Islam) dan Perda Injil adalah hal yang wajib dilakukan.
Kenapa? Ya karena Perda berbasis agama itulah yang banyak menyebabkan intoleransi terjadi di mana-mana akhir-akhir ini di Indonesia. Beloko suto aja deh, yang diincar dan emang lebih ngejual ya emang kata "Syariah" nya sih. Nyuwun sewu kalo menurut saya yang Perda Injil ya sekadar basa-basi aja. Wong sedikit banget.
Kalau kita mau bicara pro dan kontra, banyak sekali kelemahan dari sikap politik Partai Solidaritas Indonesia yang satu ini. Perda Syariah menimbulkan intoleransi.
Sepertinya pernyataan ini cenderung sangat gebyah uyah tentang beberapa kali insiden intoleransi atas nama agama yang memang betul terjadi. Tapi seakan Grace dan PSI pun lupa bahwa jauh lebih banyak lagi perlindungan dari mereka yang menjalani Perda konon Syariah ini kepada saudara sebangsa --- meski beda dalam agama dan keyakinan.
Argumen PSI semakin lemah, karena sebuah Perda atau Peraturan Daerah sejatinya dibuat dan disahkan oleh DPRD melalui mekanisme hukum yang tetap mengacu pada Pancasila dan UUD 1945.
Mewakili suara rakyat kan? Satu daerah yang seperti halnya Bhinneka Tunggal Ika, ya kita memang berbeda beda, tetapi tetap satu jua.
Jangan keragamanan ini mau kalian nafikkan. Karena dengan sikap yang gak toleran dengan suara yang berbeda-beda, bagaimana kalian bisa menghapus intoleransi. Para pemangku amanah mendengarkan suara rakyat dan warganya dan membungkusnya dengan sebuah Peraturan Daerah.
Adil tidak berarti semua harus sama, karena adil adalah sesuatu yang proporsional.
Kemudian bergerak "atas nama perempuan" menuju Komisi Perlindungan Perempuan. Bahwa Perda Syariah merugikan perempuan dan tidak mengindahkan hak perempuan dan segala macam tetek bengeknya.