Awkarin tersorot begitu tajam karena begitu berubah. Perubahannya dari anak yang berprestasi dan bertampang polos, kemudian menjadi wanita yang dewasa dan kekinian. Tampangnya layaknya wanita sosialita dan begitu bebas. Seperti tidak ada batasan dalam menampilkan ekspresinya.
Bait alinea dari artikel yang ditulis oleh rekan Kompasianer Josua Simatupang seakan menjadi satu konklusi tentang keseluruhan artikelnya disini. Dimana sepertinya kacamata norma dan etika yang ada di masyarakat menyayangkan bagaimana sosok yang (konon) fenomenal seperti Awkarin bisa bertansformasi secara drastis dari seorang gadis yang tampaknya lugu, agamis -yang diwakili dengan penggunaan hijab- ke 'kupu-kupu' yang bebas. Mengumbar sebuah gaya hidup di sosial media bernama Instagram. Kekhawatiran yang bukan lah berlebihan dari penulis, dan juga banyak nya orang yang lain atas sensualitas seorang wanita muda bernama Awkarin.
Saya tak akan mencoba menyalahkan pendapat tersebut, ataupun membenarkannya. Tak kenal dengan sosok Awkarin, hanya sepintas mengunjungi laman IG nya beberapa kali untuk sekadar melihat apa sih sebetulnya yang dihebohkan oleh banyak orang disini? Di era dimana kehidupan pribadi tak lagi private lagi, jujur saja gak terlalu ngelihat dimana anehnya sosok Awkarin ini. Suka silahkan klik, tak suka silahkan keluar. Simpel saja kok, dan pilihan justru ada di tangan kita sendiri. Ini aturan main yang jelas.
"Eh, gak segampang gitu, Bro! Ini bahaya! Dia menginspirasi banyaknya aanak muda untuk (turut) mengumbar gaya hidup hedonis. Bahaya ini!"
Oh ya? Anak muda mana nih yang kita omongkan disini? Yang dengan tidak mengurangi rasa hormat ke para orangtua di luaran sana sudah dibekaduli gadget bahkan sejak duduk di sekolah dasar karena rasa 'kasihan' atau mungkin rasa bersalah orangtua yang terlalu sibuk meninggalkan mereka? Atau anak memang 'terpaksa' masih saja harus nonton sinetron norak di televisi yang sejatinya pun super hedonis, tapi emak-emak gemar melihatnya. Atau anak anak muda yang semakin menjauhi rumah ibadah karena capek ngeliat golongan yang sama sama punya klaim 'saya yang paling benar' selalu gontokan?
Atau bahkan anak muda yang merasa capek, karena ternyata iklim politik di Indonesia yang konon sudah keren ini masih saja berputar di isyu yang rasialis. Yang mana? Saya aja yang udah enggak muda muak ngeliat dagelan ini, apalagi anak muda yang faktor hormonal dan pencarian diri mereka masih meletup-letup ya? Sebelum kita mengarahkan telunjuk dengan kata kata yang 'keras', ada baiknya kita cek history browser di ponsel pintar kita masing-masing. Nakal gak sih sebetulnya diri kita ini? Atau bahkan secara ga langsung juga suka mengeluhkan kondisi kita di media sosial?
Satu sisi positif (dan kreatif) dari Karin Novilda yang jujur aja gak bakalan nyandak di otak dinosaurus seperti saya ini adalah bagaimana ia sanggup menjadikan instagram sebagai satu tempat untuk mencari uang. Tidak sekedar berkata "Mari, gan and sis, cek IG kita" saat berjualan namun dia sanggup menjual dirinya sendiri sebagai sebuah 'brand' yang dapat mempromosikan brand-brand lainnya. Mempergunakan kemudahan media sosial untuk menjadi kreatif dalam mencari uang secara 'pintar'.
Efektif dan efisien secara biaya, meski menggunakan satu trik lama dalam penjualan: sensualitas menjual!
Inspiratif? Secara gamblang pendapat pribadi mengatakan iya. Memacu kreativitas mereka yang muda untuk mencari uang. Menciptakan lapangan pekerjaan di luar pakem pakem yang ada. Bahaya tentang inspirasi untuk mengumbar aurat dan kehidupan pribadi? Men, makanya jangan jadi wannabe, karena dimana-mana yang namanya wannabes itu sekadar ikut-ikutan, tapi gak punya karakter diri sendiri. Mau yang bener atau yang jelek (apapun standar ukurannya) saat seseorang melakukannya secara setengah-setengah, ya itulah yang memprihatinkan.
Buat yang (masih) muda, Anda gak perlu berusbaha menjadi seorang Awkarin. Ambil yang baik, buang yang buruk. Saat sedang nyari jatidiri, usahakan jangan tergelincir. Kalaupun sudah, ya bangkit lagi ah. Ibaratnya skateboarding belajar fiippin' ya kudu pake keseleo-keselo sedikit lah. Ambil pelajaran tentang kreativitasnya, bukan hedonnya. Sesuatu yang berlebihan apapun itu enggak baek, baca dan pahami aturan pakai.
Adanya Instagram, snapchat itu keren buat belajar vlogging sebetulnya. Punya topik seputar hobi atau bakat? Pergunakan media sosial sebagai sarana belajar, terlebih apabila bisa dapet tambahan ekstra uang saku sehingga bisa bantu orang tua juga.