"Mohon Koreksi, Suhu. Master Suhu, mohon keripik pedas-nya".
Saya bingung. Saat melihat komunitas berbasis dunia fotografi yang laen, kata kata diatas sering tersemat diantara komentar ungguhan hasil karya foto seseorang. Sebetulnya ini komunitas fotografi atau lagi diklat Kung-Fu ? Belum lagi 'keripik pedas' yang entah level berapa itu kebanyakan terkait flaming seputar piranti yang dipergunakan. Antara para pengguna tali merah asuhan Cak Nun dan Tali Kuning Niken Ardile.
Ini yang menyurutkan minat awalnya belajar tentang dunia fotografi. Malas interaksi dengan para suhu badan dan juga ngemil keripik pedas yang berulang kali. Sampai akhirnya, Kampret pun "terlihat" sedang wira wiri di Kompasiana.
Enggak tahu siapa yang menggagas, tidak tahu pula visi dan misi terbentuknya Kampret. " Mereka", menawarkan sesuatu yang lain. Sebuah komunitas yang memberikan satu pembelajaran secara cuma cuma, tanpa ada master suhu dan suguhan keripik pedas. Tak penting apa gear yang dipakai. Yang penting adalah kemauan (untuk) belajar dan pertemanan.
Weekly Photo Challenge mereka emang ngeselin. Suatu 'propaganda' terselubung. Satu pembelajaran, tanpa kesan menggurui.
Gak tau gimana yang lain merasa dengan format WPC di Kompasiana dan juga Facebook Fan Page Kampret , unsur fun yang ditawarkan mereka di dalam WPC sejatinya terstruktur rapi, tidak asal asalan. Dari satu tantangan ke tantangan lain, belajar tentang dunia fotografi, diskusi dan yang jelas interaksi pun terlaksana. Teknis, namun dengan bahasa yang lebih plural dan mudah dicerna.
. Satu orang tak perlu malu untuk memulai dan belajar secara otodidak di WPC, bahkan gak sadar sebetulnya sedang mempelajari dasar dasar fotografi dengan ketertarikan yang dibangkitkan secara pribadi. Ngeracunin, sebenernya.
Bukan sesuatu yang disodorkan mentah mentah dan kita diminta mencerna dengan gagap Itu uniknya.
Alat yang di gembol jadi nomer sekian, yang dilatih berulangkali sampe nangis dan jereng adalah mata dan teknik kita untuk bisa 'mencerna' satu gambar atau peristiwa didepan kita, di proses kilat dengan otak dan sejumput imajinasi dan di gendong teknik untuk nempatin masuk gak letak dan komposisinya ?
Kenapa sih satu foto bisa beda dengan yang lain, padahal objeknya sama?
Lokasi, dengan letak yang sama persis bisa menghasilkan aura yang berbeda ? Cahaya, momen, pengaturan gear, komposisi bahkan fisik sang fotografer dan suasana hati pun jadi penentu disini. Definisi Rule of Third . Gak cuma teknik, juga pelajaran tentang menghargai hasil karya orisinil atau otentik dari orang lain, ini juga penting.