Saya selalu bersepakat dengan istilah "Politik itu abu-abu" mengingat pada dasarnya politik adalah sebuah cara untuk mendapatkan dan mendistribusikan kepentingan. Pun demikian, dalam konteks makro saya bersepakat dengan pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa politik merupakan aktivitas warga negara untuk mewujudkan kebaikan Bersama, meski dalam konteks mikro politik sarat dengan aktivitas oligarkis dengan ending kekuasaan dan kepentingan semata.
Politik layaknya pisau bermata dua, disatu sisi dapat menciptakan kebaikan bagi semua dan disisi lainnya dapat melukai pihak tertentu dan menimbulkan efek negative. Namun sebagai makhluk sosial yang dalam benaknya selalu memiliki kepentingan yang harus diperjuangkan, manusia tentu tidak dapat lepas dari aktivitas politik. Maka partai politik sebagai sebuah kendaraan dan mesin politik, tentu berisi dengan berbagai macam kepentingan pengendaranya dan berusaha melaju dengan imbang agar mendapatkan sesuatu sesuai harapannya.
Berbagai aktivitas politik menjelang kontestasi pemilu 2024 yang tinggal menunggu hitungan hari wajar semakin berasa memanas. Berbagai macam aktivitas dan manuver untuk melancarkan suksesi dan mengawal siapa mendapat apa tentu semakin sering ditemukan dan intensitasnya sudah seperti kendaraan dengan kecepatan 180 km/jam. Bahkan saya selaku pembaca aktif berita kompas sampai bingung dengan cepatnya informasi dan berita yang menggambarkan aktivitas para elit dalam melakukan manuver politiknya yang semakin sulit ditebak dan diterka.
Banyak kalangan heboh melihat sikap Surya Paloh sebagai ketua Partai Nasdem yang secara tiba-tiba memasangkan Anies Baswedan sebagai capres dengan Muhaimin Iskandar selaku ketua Partai Kebangkitan Bangsa sebagai cawapres Anies. Para pengamat politik semakin bingung kemana sebenarnya arah politik saat ini. Pun demikian, semua partai politik memasang kuda-kuda mengamati perkembangan kedepan seperti apa, mendapat berkah dari hiruk pikuk tersebut atau justru terkena bencana. Apalagi partai demokrat tentu seperti tersambar petir karena sejak awal merasa menjadi pemain kunci dan memegang kunci tiket Cawapres sebab PKS tidak menyodorkan nama wapres dalam koalisi perubahan.
Tidak berbeda dengan Partai Demokrat, Partai Gerindra yang telah berjalan setahun bekerjasama dengan PKB dalak Koalisi Kebangsaan Indonesia Raya (KKIR) dan memperoleh dukungan tambahan dari Partai Golkar, PAN, dan PBB dan merubah nama koalisi menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM) tentu mengamati kondisi perkembangan tersebut dengan jeli dan detail, meski tidak terlihat begitu kaget layaknya Partai Demokrat.
Semua pihak tentu berpendapat bahwa disatu sisi akan berpotensi kehilangan dukungan dari para pemilih PKB, namun disisi lainnya tidak akan terlalu mengambil pusing maneuver tersebut sebab peristiwa tersebut bisa jadi akan memperkuat soliditas Koalisi Indonesia Maju dalam menentukan cawapres mengingat berdasarkan perjanjian dalam KKIR, Cak Imin memperoleh porsi strategis dalam penentuan cawapres bagi Prabowo Subianto sebab ada Erick Tohir, Airlangga Hartanto dan figur lain yang dirasa juga memiliki kans dan elektabilitas bagus yang dapat menopang ekektabilitas Prabowo.
Berbeda dengan kubu tersebut diatas, Ganjar Pranowo secara personal melalui pernyataannya mengucapkan selamat jika Anies Baswedan dan Cak Imin berduet, meski saya yakin PDI Perjuangan juga akan hati-hati menyikapinya sebab tidak menutup kemungkinan Demokrat sebagai partai yang sakit hati akan merapat ke PDI Perjuangan dan memiliki peluang menjadi Cawapres Pendamping Ganjar yang dimungkinkan akan mengganggu status koalisinya dengan PPP sebab mereka juga memiliki Sandiaga Uno sebagai jagoannya. Atau justru sebaliknya, para barisan partai sakit hati bertemu dengan poros Sandiaga Uno -- Agus Harimurti Yudhoyono.
Selain itu juga, PKS dan partai-partai pemula lainnya lebih banyak diam dan bersikap slow melihat perkembangan dan dinamika politik diatas. Tentu mereka tidak diam dan santai-santai saja, mereka tentu juga melakukan pembacaan-pembacaan jeli dan detail atas dinamika yang terjadi dalam rangka untuk menjaga dan bersiaga atas kepentingan masing-masing.
Perhatian saya tidak begitu tertuju pada hiruk pikuk maneuver tersebut, justu saya bertanya-tanya "Bagaimana sikap pak Jokowi?" Pertanyaan saya cukup mendasar mengingat sebelum peristiwa pengumuman oleh Surya Paloh, beliau bertemu dengan Pak Jokowi di Istana. Tentu kita perlu bertanya, apa yang mereka bincangkan? Kita semua mengetahui bahwa presiden memiliki kepentingan yang begitu besar dalam suksesi pilpres setidaknya untuk mengamankan keberlanjutan program pemerintah yang telah dilaksanakan dan dicanangkan selama ini.
Melihat peristiwa belakangan, saya juga memunculkan pemikiran dibenak saya bahwa presiden sebenarnya telah memiliki pewaris atas programnya dan telah mengamankannya dengan sedemikian rupa, jika kita melihat peristiwa di pekalongan terkait bertemunya Jokowi dengan Prabowo dan Ganjar, yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai suksesor pilihan presiden. Namun komunikasi presiden dengan Surya Paloh dan diumumkannya cak imin sebagai pasangan Anies Baswedan juga mestinya diamati dengan cermat.
Memang dinamika perkembangan politik begitu cepat akhir-akhir ini. Namun saya masih pada satu pendapat bahwa kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden kali ini tidak hnya berada pada level siapa yang akan menjadi calon presiden dari apa. Pertarungan sejati dari kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024 tidak hanya terletak dari siapa calon presidennya, namun porsi penentuan calon wakil presiden juga menjadi pertarungan yang lebih rumit dan bahkan sangat berbeda dengan pemilu sebelumnya.