Pada 13 Maret 1999, Nurdin Halid menjabat Dirut Puskud Hasanuddin merangkap Kepala BPPC Sulsel, Nurdin sempat diadili di PN Ujung Pandang dengan tuduhan menyelewengkan SWKP Sulsel senilai Rp 115,7 miliar. Tapi jaksa waktu itu menuntut bebas. Nurdin terpilih sebagai ketua umum dalam RAT Inkud di Denpasar tahun 2003. Namun dalam masa kepengurusannya, Inkud justru banyak mengalami masalah seperti bangkrutnya Goro dan kasus impor gula serta beras. Ketika Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) dibubarkan pada 1998. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perdagangan Cengkeh, sebelum benar-benar bubar, BPPC wajib mengembalikan dana penyertaan modal ke KUD. Pada 4 Mei 1998, BPPC menyerahkan dana itu kepada Ketua Umum Inkud (saat itu) Nurdin Halid. Total dana yang diserahkan Rp 1,112 triliun. Selain itu Kejaksaan menduga telah terjadi penyimpangan dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang terjadi sejak awal pendirian BPPC pada 1992. Nurdin diduga terlibat, sebab Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) yang saat itu dipimpinnya dan merupakan salah satu unsur BPPC. Tanggal 1 Agustus 1998, sejumlah induk koperasi membentuk KDI dengan Ketua Umum Nurdin Halid. KDI bertugas dalam hal distribusi dan pengadaan komoditas minyak goreng dan gula pasir ke seluruh pelosok Tanah Air melalui jaringan induk koperasi yang ada. Nurdin Halid diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena sampai 12 November 1998 baru menyetor sekitar Rp 114 miliar uang hasil penjualan minyak goreng BULOG yang dijual melalui KDI, padahal seharusnya atas nama KDI ia menyetorkan dana ke Bulog sebesar Rp284 miliar dari nilai total penjualan minyak goreng yang sebesar Rp 299 miliar sehingga ada dana sekitar Rp169 miliar yang belum disetorkan. Beberapa Catatn di PSSI
- Menggunakan politik uang saat bersaing menjadi Ketua Umum PSSI pada November 2003 dengan Soemaryoto dan Jacob Nuwawea.
- Mengubah format kompetisi dari satu wilayah menjadi dua wilayah dengan memberikan promosi gratis kepada 10 tim yakni Persegi Gianyar, Persiba Balikpapan, Persmin Minahasa, Persekabpas Pasuruan, Persema, Persijap dan Petrokimia Putra, PSPS, Pelita Jaya, dan Deltras.
- Terindikasi terjadinya jual beli trofi sejak musim 2003 lantaran juara yang tampil punya kepentingan politik karena ketua atau manajer klub yang bersangkutan akan bertarung di Pilkada. Persik (2003), Persebaya (2004), Persipura (2006), Persik (2006), Sriwijaya FC (2007), Persipura (2008/2009).
- Jebloknya prestasi timnas. Tiga kali gagal ke semifinal SEA Games yakni tahun 2003, 2007, dan 2009. Tahun 2005 lolos ke semifinal, tapi PSSI ketika itu dipimpin Pjs Agusman Effendi (karena Nurdin Halid di balik jeruji penjara).
- Membohongi FIFA dengan menggelar Munaslub di Makassar pada tahun 2008 untuk memperpanjang masa jabatannya.
- Tak jelasnya laporan keuangan terutama dana Goal Project dari FIFA yang diberikan setiap tahunnya.
- Banyak terjadi suap dan makelar pertandingan. Bahkan, banyak yang melibatkan petinggi PSSI seperti Kaharudinsyah dan Togar Manahan Nero.
- Satu-satunya Ketua Umum PSSI dalam sejarah yang memimpin organisasi dari balik jeruji besi.
Kenapa LPI Dilarang, karena tidak ada fee untuk Kerajaan PSSI dari:
- Kontrak pemain lokal maupun pemain asing
- Fee dari Sponsor
- Fee dari Pengaturan Pertandingan
- Fee dari Pertandingan
- Fee dari Hak siar TV
[caption id="attachment_91254" align="aligncenter" width="500" caption="duit junjungan"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H