Lihat ke Halaman Asli

Ancaman bagi NKRI

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Tahun ini Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang ke-69. Sebagai warga negara kita sudah sepantasnya merasa optimis bahwa Indonesia akan tetap berdiri sah sebagai negara. Kita semua berharap bahwa kemerdekaan Indonesia tetap permanen dan final dan tidak perlu diganggu-gugat lagi. Namun realitanya tidak selalu demikian dan hal ini sangat merugikan kita semua sebagai satu bangsa.

Faktor-faktor seperti SARA masih sering dipergunakan oleh pihak-pihak yang tak menghargai perjuangan para leluhur bangsa. Dari aneka fenomena negative itu, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia berjalan tertatih-tatih. Bukan karena adanya ancaman dari luar negara, tetapi  justru adanya ancaman yang bersifat merusak persatuan bangsa. Kebiasaan-kebiasaan buruk untuk saling menjatuhkan akhir-akhir sering menghiasai wajah media kita. Padahal kalau direfleksikan secara mendalam, para pelukunya adalah mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi.

Apakah fenomena semacam itu akan menimbulkan disintegrasi bangsa? Boleh saja kita menjawab, “Tidak!” Tetapi dalam sejarah banyak bangsa seperti Ukraina, Yugoslavia, Uni Soviet, dll, fakta telah membuktikan. Sebelum Uni Soviet terpecah menjadi banyak negara, tak pernah terlintas dalam fikiran banyak orang bahwa negara itu berubah status. Demikian pula dengan Yugoslavia. Kitapun mungkin sekarang berfikir bahwa Indonesia tak mungkin terbagi-bagi menjadi banyak negara. Berikut ini adalah hipotesis sederhana untuk masa depan Indonesia jika kita tidak waspada:

Pertama, jika ABRI tak sepakat atas Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945, maka kekuatannya untuk menjaga keutuhan bangsa akan melemah. Misalnya, kekuatan ABRI dirongrong oleh kelompok tertentu untuk membuat negara tidak stabil.

Kedua, jika ABRI yang kini disegani oleh banyak negara di Asia-Pasifik memihak kelompok masyarakat atau aliran tertentu dan tak mengindahkan gejolak-gejolak di perbatasan negara, maka ia akan kehilangan kekuatan untuk mengontrol otoritas NKRI atas pulau-pulau terluar. Kita sudah pernah kehilangan pulau-pulau terluar.

Ketiga, jika pemerintah Indonesia tidak berdialog dengan kelompok-kelompok radikal dan mencari solusi yang tepat, maka mereka akan berusaha sedemikian rupa untuk menarik simpati masyarakat. Dengan cara mana mereka akan bertindak sebagai badan yang berjuang untuk mengamankan masa depan bangsa. Mereka tak akan berkooperatif dengan pemerintah, namun justru menyudutkan pemerintah melalui bidang-bidang yang tidak dimasukkan dalam program untuk menanggapi situasi mendesak.

Jika Indonesia benar-benar terpecah(kita tidak berharap), maka Indonesia dengan kekuatan militer yang ada takkan mampu membentuk NKRI sebagaimana yang ada sekarang. Hari Ulang Tahun Kemerdekan yang sering dirayakan dengan balap karung, panjang pinang, makan kerupuk, sepeda hias, kuda lumping takkan ada lagi. Lantas bagaimana performance geografis Nusantara? Berikut ini analisis gaya orang kampung:

Pertama, banyak pihak entah itu negara-negara Eropa atau negara Timur Jauh merasa punya kepentingan untuk mengamankan nusantara. Tentu mereka datang dengan kekuatan militernya bukan untuk melindungi agama atau ras tertentu. Hal berbau tetek-bengek seperti itu tak ada dalam agenda mereka. Betapapun mahal operasi militernya, mereka hanya berfikir Nusantara adalah sumber daya alam dan kawasan strategis.

Kedua, primodana negara-negara Eropa adalah mengamankan Pulau Jawa dan Sumatra. Sedangkan, China akan memfokuskan perjuangannya pada pulau-pulau yang menghadap langsung ke Laut China Selatan. Ingat beberapa bulan lalu ada issue bahwa China berjuang keras untuk mendapatkan Pulau Spratly dan bahkan berminat untuk mendapatkan Kepulauan Natuna.

Ketiga, sementara itu pulau-pulau Nusantara yang dikategorikan berbatasan dengan Lautan Pasifik  dengan mudah akan ditempatkan dibawah naungan negara-negera Pasifik. Bagi pulau-pulau yang selama ini sudah bergolak, mereka takkan merasa kehilangan atau rugi. Mereka justru merasa bahwa perjuangannya telah berhasil. Kita bisa belajar kembali dari lepasnya Timor Timur.

Jika scenario ini terjadi(kita tidak berharap), akan sangat berat bagai kekuatan militer Indonesia dan segenap rakyat Indonesia untuk membentuk satu negara yang utuh dan berdaulat. Walaupun negara-negara yang berinvansi itu dalam kondisi ekonomi lemah misalnya, mereka akan mempertahankan pendudukannya di Nusantara. Bagi mereka wilayah ini adalah pangsa pasar terbesar seperti sekarang ini.  Jika scenario ini terjadi secara geopolitik NKRI sangat mungkin dipecah menjadi tiga negara. Bagaimana nasib rakyat jelata? Akankan banyak posisi penting dijabat oleh kaum yang berinvasi? Akankah gerobak-gerobak bakso bebas beroperasi? Mungkin saja kita boleh berbahasa Indonesia, tetapi ia bukan bahasa nasional lagi.  Semoga skenari akal-akalan saya ini takkan pernah terjadi.

Salam Indonesia Satu

Basati Marhuhu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline