Setiap upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum harus dilakukan sesuai dengan hukum acara yang berlaku (hukum formil). Mengingat bahwa dalam upaya penegakan hukum tersebut kadang kala harus dilakukan dengan 'upaya paksa' oleh aparat penegak hukum tersebut terhadap seseorang misalkan penangkapan, penahanan ataupun penyitaan yang dikhawatirkan akan bersinggungan dengan hak asasi manusia.
Sampai dengan saat ini hukum acara (pidana) yang berlaku di Indonesia dalam hal penegakan hukum (pidana) adalah Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal yang demikian dimaksudkan agar sistem peradilan pidana dapat berjalan sesuai dengan hukum acara (pidana) dengan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah ditentukan agar tercipta keadilan dan kepastian hukum berdasarkan proses peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Afrizal Hady (12/11/2024) telah mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan oleh Sahbirin Noor (Gubernur Kalimantan Selatan) tersangka dugaan kasus korupsi, dengan termohon praperadilan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan putusan Nomor 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL tanggal 12/11/2024 tersebut maka status tersangka terhadap Sahbirin Noor sebagaimana yang disematkan oleh KPK pada tanggal 8/10/2024 atas dugaan menerima fee sebesar 5 % terkait proyek pembangunan lapangan sepakbola dan kolam renang kawasan olahraga terpadu, pembangunan gedung Samsat di Kalimantan Selatan menjadi gugur.
Meskipun berdasarkan putusan tersebut penetapan tersangka terhadap Sahbirin Noor telah dinyatakan gugur, namun demikian berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2016 Pasal 2 angka (3) dengan gugurnya penetapan tersangka tersebut tidak menutup kemungkinan bagi KPK untuk menetapkan kembali Sahbirin Noor sebagai tersangka (lagi).
Artinya masih terbuka peluang bagi aparat penegak hukum (KPK) untuk menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka dengan melalui prosedur sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang (hukum acara) yang berlaku.
Hal yang demikian ini dimungkinkan karena putusan dalam praperadilan hanya memeriksa dan memutus tentang hukum acara (formil), tidak memeriksa dan memutus mengenai materi perkara.
Namun demikian apakah kemudian KPK benar-benar akan menetapkan kembali Sahbirin Noor sebagai tersangka (lagi). Hal ini berkaca dari kasus Edward Omar Sharif Hiariej (saat itu Wamenkumham) yang penetapan tersangkanya juga dinyatakan tidak sah melalui putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan awal tahun ini, akan tetapi hingga saat ini belum ada penetapan kembali tersangka pada diri sang Wamenkumham tersebut.
Sebenarnya bukan kali ini saja penetapan tersangka oleh KPK digugurkan oleh Pengadilan Negeri (Jakarta Selatan). Pada tahun 2015 penetapan tersangka terhadap Komjen (Pol) Budi Gunawan yang saat itu merupakan calon Kapolri digugurkan oleh hakim Sarpin Rizaldi.