Perut kenyang, kehidupan rakyat akan tenteram. Kebutuhan makanan terpenuhi, maka kecil kemungkinan terjadi gesekan horizontal antar masyarakat. Pangan merupakan komoditas utama yang wajib dijaga oleh pemerintah.
Ketahanan pangan menjadi salah satu isu penting bagi suatu negara. Untuk itu, diperlukan data pangan yang akurat agar ketersediaan pangan tetap terjaga. Ketepatan hitungan produksi pertanian, khususnya beras menjadi sangat krusial di tengah usaha swasembada.
Untuk menghitung angka produksi padi, diperlukan dua variabel, yaitu hasil survei ubinan dan luas panen. Selama ini, data luas panen menjadi bulan-bulanan kritikus data. Memang belum ada angka pasti tentang luas lahan pertanian (selanjutnya dihitung luas panen) , biasanya hanya angka picingan mata. Ini yang menjadi kelemahan mendasar.
Perkembangan teknologi menjawab kegelisahan para pengamat dan masyarakat pada umumnya. Mulai tahun depan, akan dilaksanakan survei perhitungan luas panen dengan bantuan citra satelit. Peramalan luas panen akan dihitung dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA).
Metode ini adalah hasil kerja sama antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Pusat Statistik (BPS). KSA didefinisikan sebagai teknik pendekatan pengumpulan data yang menggambarkan area lahan sebagai unit enumerasi.
Sistem ini berbasis teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG), penginderaan jauh, teknologi informasi, dan statistika yang saat ini sedang diimplementasikan di Indonesia untuk perolehan data dan informasi pertanian tanaman pangan, dikutip dari website http://ksa-nasional.info
Sistem KSA telah diujicoba di Garut dan Indramayu. Nantinya, petugas pengumpulan data akan memotret padi sejak ditanam hingga panen dengan menggunakan ponsel berbasis android. Selanjutnya, data tersebut akan dikirim ke sebuah software yang terhubung citra satelit. Diharapkan dengan metode ini, data produksi padi akan lebih akurat.
Selama ini, survei ubinan dan luas panen masih menjadi tolak ukur perhitungan hasil produksi. Pengumpulan data ubinan termasuk salah satu survei terberat di BPS. Alatnya saja lumayan berat dibawa serta.
Belum lagi kondisi alam pegunungan, sawah yang sering banjir, dan akses jalan yang sulit menuju ke lokasi responden (sawah/kebun). Semoga dengan metode KSA ini, cara kerja lama bisa berganti dan hasilnya lebih akurat. Dengan begitu, ketahanan pangan bisa terwujud melalui swasembada pangan. (*)
Gowa, 22.11.2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H