Dunia perbankan memasuki era baru. Sebuah sistem perbankan syariah mulai digandrungi masyarakat. Bukan hanya di negara yang menggunakan syariat Islam sebagai dasar negaranya, namun telah merambah hingga ke negara-negara berlandaskan demokrasi.
Sebenarnya sistem perbankan syariah telah ada pada abad ke - 8 dan ke-12. Sistem ini menjadi lebih berkembang pada abad ke-20. Pemicunya adalah munculnya dua gerakan renaisans islam modern. Gerakan tersebut adalah gerakan neorevivals dan gerakan modernis.
Perbankan syariah tumbuh sangat meyakinkan antara 10-15 persen per tahun. Angka yang sangat menjanjikan bagi sebuah industri perbankan. Perbankan syariah di Indonesia lebih menggeliat lagi setelah terbitnya Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 pada 16 Juli 2008. Peraturan ini menjadi payung hukum yang diharapkan mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah.
Progres perkembangan perbankan syariah sangat impresif, yang menyentuh rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65 persen dalam jangka waktu 5 tahun terakhir. Situasi ini diharapkan mampu menciptakan peran strategis bagi industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional yang semakin positif.
Munculnya sistem perbankan syariah menjadi sebuah pilihan bagi masyarakat yang ingin terbebas dari praktek riba. Alasannya sangat mendasar. Dosa riba adalah salah satu dosa besar dalam hukum islam. Bayangkan saja, ganjaran bagi penikmat riba itu setara dosa berzinah dengan ibu kandung. Naudzubillah.
Belakangan ini bermunculan begitu banyak organisasi bebas riba, baik dari kalangan pengusaha maupun masyarakat umum. Sebagian besar dari mereka adalah orang yang kecewa dengan sistem perbankan konvensional. Lebih jauh lagi ternyata mereka mengalami kemacetan usaha karena tidak bisa membayar kewajiban tunggakan cicilan hutang dengan sistem bunga.
Hal inilah yang menjadi modal kuat bagi perbankan syariah. Pasar sudah ada yang datang dari berbagai kalangan. Peminatnya adalah orang-orang yang ingin menjalankan syariat agama dengan menjauhi sistem riba pada bank konvensional. Prinsip mereka sejalan dengan prinsip hukum Islam yang melarang unsur-unsur seperti, Perniagaan atas barang-barang yang haram, Bunga (riba), Perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir), Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar).
Selain itu, perbankan syariah menjalankan usahanya dengan sistem halal; prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa; berorientasi keuntungan dan falah (bahagia dunia dan akhirat) ; dan menjalin hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.
Sistem bagi hasil inilah yang menjadi salah satu primadona di perbankan syariah. Ada akad Al-Musyarakah atau join ventura. Sistem ini mengatur keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. Selain itu, ada sistem bagi hasil Al-Mudharabah. Setiap keuntungan yang diperoleh harus dibagi menurut angka tertentu yang telah disepakati. Ada yang menarik dengan sistem ini. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian, dan penyelewengan yang dilakukan oleh pihak nasabah.
Sistem perbankan syariah bisa menarik dana dari orang-orang yang selama ini tidak mau menyimpan uangnya di bank konvensional. Jumlahnya pun tidak sedikit. Hal ini bisa dilihat dari antusias masyarakat yang menggunakan perbankan syariah. Tentu saja tujuan yang lebih besar adalah merangkul semua masyarakat, tidak fokus hanya pada satu bagian masyarakat saja dengan agama tertentu. Dengan begitu, perbankan syariah yang lebih mengutamakan keadilan bagi kedua pihak antara bank dan nasabah bisa tumbuh lebih besar lagi. Dan Perbankan syariah dapat berperan aktif dalam pembangunan nasional. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H