Siang ini Rahing terlihat murung. Wajahnya sedikit tertekan, napasnya tak selancar biasanya. Sehabis makan siang, Rahing berjalan menuju sawah tak jauh dari rumahnya. Dilewatinya jalan setapak tanah yang berdebu khas tanah musim kemarau di garis khatulistiwa. Rahing juga harus melewati kebun milik kakeknya yang dipenuhi pohon nangka, jati, dan asam.
Untuk menuju sawah, Rahing harus meniti langkah di sebatang pohon kelapa yang merupakan jembatan darurat di atas sebuah kali. Pegangan tangan terbuat dari sebatang bambu, lumayan menjadi penopang untuk mengimbangi tubuh. Jika terjatuh, Kali yang cukup dalam siap menyeret tubuh. Maklum Rahing hanya bisa berenang gaya batu alias tenggelam hehehe.
Setelah melewati jembatan pohon kelapa, jalan setapak tanah kembali menjadi pilihan. Rahing lalu membungkukkan badannya, melewati celah pagar bambu yang menjadi batas jalan dan sawah. Menjaga kepala agar tak terbentur di pagar bambu. Rahing dengan sigap melewati celah itu. Jalan setapak kembali tersuguh, namun ini berbeda. Rahing harus cekatan melangkah di pematang sawah yang licin. Setelah berjalan perlahan menjaga keseimbangan, akhirnya Rahing tiba di sebuah bale-bale di tengah sawah.
Rahing memegang sebuah buku gambar lengkap dengan pensil dan pewarna. Saat penat, Rahing memilih pergi ke sebuah bale-bale di sawah milik kakeknya. Di bale-bale itu, pemandangan sangat indah. Pegunungan malino terbentang dari kejauhan. Langit biru dihias awan putih ditambah padi menguning, suara air mengalir, dan tiupan angin sejuk menambah indahnya hari. Suasana yang bisa menghapus penat selama belajar di bangku sekolah.
Rahing membuka lembaran buku gambar, menyiapkan pensil lalu menorehkan garis demi garis di atas kertas putih. Melukis alam, menenangkan jiwa yang penuh kebimbangan. Tak lama, di atas kertas putih itu sudah tergambar pepohonan hijau, dan pegunungan malino yang terlihat dari kejauhan. Terlihat pula burung bangau putih yang asik berjemur di antara padi yang siap panen. Pemandangan indah yang mampu meluluhkan rasa yang tak karuan.
Entah sampai kapan areal persawahan ini dapat bertahan dari serangan pembangunan perumahan. Telah banyak sawah yang berubah menjadi lokasi perumahan warga. Entah berapa lama bisa bertahan, pemandangan indah di sepanjang mata memandang. Semoga saja masih bisa dinikmati generasi berikutnya. Barakallah. (*)
.
Gowa, 20 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H