Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Aliem

ASN di Badan Pusat Statistik.

Cerpen | Wajah Teduh di Tepi Jalan

Diperbarui: 31 Juli 2017   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi :Dok pribadi

Duduk di pelataran sambil memandang jalan kota. Terlihat seorang Bapak tak habis energi ke sana ke mari. Dari pagi sudah berdiri di tepi jalan. Matanya menerawang sekeliling jalan. Satu kendaraan pun tak luput dari Pengawasannya. Rompi khas warna orange membalut tubuhnya. Rambut kepala putih tak bertopi. Terik mentari tak meluluhkan semangatnya. Hingga gelap malam menemani.
.
Wajahnya cukup teduh. Amarah pengendara dijawab dengan senyum manis. Kesabarannya "mematikan" emosi lawan bicaranya. Jika tak diberi lembaran rupiah, si bapak tetap menerima. Tak ada nada teriakan apalagi perlawanan. Lambaian tangannya mengayun - mengatur kendaraan yang hendak menepi. Suara tiupan peluitnya - perlahan - memberi aba-aba. Salah sedikit saja mungkin berakibat fatal bagi pengendara. Mundur sedikit, maju perlahan, belok seperlunya, semua dengan "body languange" teratur.
.
Entah berapa pundi rupiah yang dikantonginya. Ratusan kendaraan yang parkir mungkin sudah bisa menjawabnya. Tentu saja setelah dipotong "setoran" oleh yang berwenang. Setidaknya beliau menyumbang sebuah bakti. Kelancaran lalu lintas yang hendak berhenti. Jika tidak, bisa saja macet menghampiri sepanjang hari.
.
Si Bapak masih saja berjalan diterangi lampu toko. Kendaraan masih padat merayap, seolah tak ada henti mengitari jalan. Kakinya hanya dialasi sendal jepit usang. Sesaat si bapak duduk di pinggir jalan. Beliau menghela nafas sebisanya. Namun, sebuah mobil bersiap meninggalkan parkir. Si Bapak langsung berdiri dari tempat duduk. Pandangan matanya fokus ke jalan. Memberikan isyarat kepada pengendara untuk melambat. Memberi ruang kepada yang lain untuk bergerak pergi.
.
Pelajaran hidup bisa diperoleh dari siapa saja dan di mana saja. Perilaku sabar harus menjadi panglima. Menghadapi hidup yang penuh lika-liku. Mari memperbanyak rasa  syukur akan posisi kita hari ini. Karena sejatinya hidup ini berputar layaknya roda. Hari ini di puncak, besok lusa bisa di posisi buncit, atau sebaliknya. Barakallah. (*)
.
#basareng (Makassar, 19072017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline