Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Aliem

ASN di Badan Pusat Statistik.

Mengintip Pak Tani di Sulawesi Selatan

Diperbarui: 27 Februari 2017   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                         Dimuat di Koran tribun Timur edisi 23 Februari 2017

Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan petani adalah melalui angka Nilai Tukar Petani (NTP).Kenaikan harga beberapa komoditi menjadi kado pahit bagi masyarakat Indonesia di awal tahun 2017. 

Terjadi kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pulsa, penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, penyesuaian tarif listrik, mahalnya harga cabai dan daging ayam turut menambah beban pengeluaran masyarakat. 

Kenaikan ini mengakibatkan inflasi nasional di bulan Januari sebesar 0,97 persen. Sedangkan inflasi di Sulawesi Selatan sebesar 1,12 persen. Petani turut merasakan dampak dari kenaikan harga yang tentu saja mempengaruhi tingkat daya beli mereka.

Salah satu cara untuk melihat tingkat kesejahteraan petani adalah dengan angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS). NTP diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). 

Daya Beli

NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani. Nilai tukar petani menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, semakin tinggi daya beli petani.

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (1/2/2017), tercatat NTP secara nasional bulan Januari turun 0,56 persen dibandingkan NTP Desember 2016, sedangkan NTP Sulawesi Selatan turun 1,70 persen atau 1,77 poin, yaitu dari 103,93 menjadi 102,16. Penurunan NTP di Sulawesi Selatan disebabkan penurunan pada Subsektor Tanaman Hortikultura khususnya komoditas bawang merah yang turun sebesar 14,72 persen.

Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan oleh BPS di Sulawesi Selatan pada Januari 2017, terjadi inflasi pedesaan sebesar 0,84 persen.  Hal ini disebabkan oleh naiknya indeks di seluruh kelompok penyusun Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT), dengan kenaikan indeks tertinggi terjadi pada kelompok perumahan sebesar 1,47 persen. Kenaikan harga memang sangat berpengaruh pada daya beli petani. 

Di sisi lain, harga hasil produksi pertanian tidak dapat menutupi biaya produksi dan konsumsi petani. Hal ini menyebabkan daya beli petani di Sulawesi Selatan menurun yang mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani.

Peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan harga dan ketersedian barang, seperti bibit dan pupuk. Dengan harga yang stabil, terjangkau, dan ditunjang dengan pembangunan infrastruktur di pedesaan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Jika petani kita telah sejahtera, gelombang migrasi dari desa ke kota akan menurun sehingga pembangunan di desa dapat dilakukan dengan baik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline