Lihat ke Halaman Asli

10 Menit Menunggu Ahok

Diperbarui: 17 Maret 2016   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Youtube Mata Najwa"][/caption]Kali pertama saya bertemu dengan Ahok, saya hanya melihatnya dari jarak yang lumayan jauh, dan saya tak datang ke kelas leadership yang dia bawakan. Tapi saya terhenyak ketika para peserta bercerita, “Bang, tadi Ahok bilang, cita-citanya pengen jadi gubernur. Yah..., ketawalah kami semua. Hahahaha.”

Mendengar cerita itu, saya hanya senyum sembari berpikir, “Si kawan ini berani! Ini baru paten!” Sekitar 4 tahun kemudian, mimpi Ahok itu pun kejadian.

Kali kedua saya berjumpa. Menunggu sekitar 10 menit di ruang pertemuan. Saya bersama rekan-rekan yang sedang ikut dalam acara youth leadership training di Jakarta, mampir ke Balai Kota DKI, demi beraudiensi dengan Ahok.

Selama 10 menit itu, teman-teman saya mengatur serta memikirkan berbagai pertanyaan yang ingin disampaikan pada Ahok. Curi-curi dengar, pertanyaannya berat-berat. Soal politik!

Sementara, pertanyaan yang saya simpan dalam hati, “Pak, boleh nggak yah aku kasih boneka kertas ini buat bapak?” Alhasil, pertanyaan itu saya tutup rapat-rapat dalam hati.

Saya pun masih dalam keadaan deg-degan sambil berpikir, “Gimana yah nanti kalau tangan pak gubernur itu bersalaman dengan tanganku. Senangnya hati ini, mak!”

Tak lama, ajudan Ahok pun membuka pintu, seketika kami semua berdiri, menyambut kehadiran Ahok. Saya sedikit kaku untuk acara-acara seperti ini memang, saya diam saja.

Tiba-tiba, dari pintu itu, Ahok menghampiri kami satu-persatu, menyalami. Saya terpelongok!

Saat bersalaman dengan Ahok, saya ingin sekali berteriak, “Koh, maju lagi yah jadi gubernur!” Maklum saja, saya masih tergolong orang kampungan. Agak sedikit norak kalau bertemu pejabat atau artis.

Saya terkejut, waktu sesi tanya-jawab, seorang teman menanyakan, “Siapa mentor politik, bapak?” Dengan lugas dan mantap, “Setiap pagi, saya suka saat teduh dan membaca kita suci.”

Mendengar itu, menetes air mata dari dalam hati saya. Tak salah serta tak sia-sia, saya cuti juga ikut training ini. Saya berjumpa dengan “seorang murid” yang setia, yang mengelolah talentanya, dan menjadikannya kebaikan bagi banyak orang di Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline