Lihat ke Halaman Asli

BASUKI TRI ANDAYANI

Praktisi Komunikasi

Nguwongke: Si Tou Timou Tumou Tou

Diperbarui: 19 November 2023   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150806133139-255-70450

Indonesia adalah negeri yang kaya dengan kearifan lokal. Sebagai orang Jawa tentu saya mengenal istilah "nguwongke" yang berasal dari kata wong yang berarti orang atau manusia. Nguwongke maknanya adalah memanusiakan sesama atau menghargai orang lain sesuai dengan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dibanding makhluk lainnya.

Jika kita berkunjung ke monumen dan makam Sam Ratulangi di Tondano, Minahasa, kita akan menemukan tulisan "Si Tou Timou Tumou Tou". Kalimat itu berasal dari bahasa Tombulu yang merupakan subetnis dari suku Minahasa. Falsafah ini dipopulerkan oleh Sam Ratulangi seorang guru, jurnalis dan politikus Sulawesi Utara. Sam Ratulangi merupakan salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian menjadi Gubernur Sulawesi Utara pertama pasca kemerdekaan.

Secara singkat, Si Tou Timou Tumou Tou berarti manusia hidup untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, manusia dapat dikatakan sebagai manusia apabila ia telah memanusiakan orang lain. Selama ia masih memandang orang lain lebih rendah dari dirinya, atau bahkan "memperbudak" orang lain untuk kepentingan pribadi, sesungguhnya ia menjauhkan dirinya dari nilai-nilai kemanusiaan.

Islam, sebagai keyakinan yang saya anut, tak kalah mengajarkan bagaimana kita semestinya menghargai orang lain. Bahkan takaran iman seseorang tergantung bagaimana ia menghargai orang lain. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata benar atau diam."

Lebih dari itu Rasulullah bahkan mengatakan bahwa strata tertinggi manusia berdasarkan perilaku keduniaannya, tergantung berapa besar manfaat dirinya yang ia bagi pada sesama. Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rosulullah bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain". Jadi sebagai manusia bersikap memanusiakan manusia lain saja itu belum cukup. Sikap sekedar menghargai orang lain saja masih kurang. Maka dari itu jika ingin menjadi manusia terbaik maka kita harus membagi sebagian potensi yang kita miliki untuk kebermanfaatan orang lain.

Mulai hari ini ayo kita memanusiakan orang lain (nguwongke wong liya), sebab hanya manusia yang bisa memanusiakan orang lainlah yang layak disebut sebagai manusia (si tou timou sitou tou). Berhentilah mengekploitasi potensi orang lain untuk memenuhi syahwat ambisi pribadi. Mulailah kita mengeksploitasi potensi diri sendiri untuk membantu dan menebarkan manfaat bagi orang lain. Sebab dengan cara inilah Tuhan akan memilih kita sebagai manusia terbaik, tanpa kita memburunya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline