Pekalongan (02/08) - Fakultas Syariah (Fasya) UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan (UIN Gus Dur) gelar Seminar Nasional pada 01 Agustus 2023 secara hybrid, yakni bertempat di Hotel Dafam Kota Pekalongan sekaligus disiarkan langsung melalui platform Youtube. Seminar Nasional bertajuk "Penggunaan Artificial Intelligence di Lembaga Peradilan Agama: Peluang dan Tantangan" mengundang dua narasumber yang ahli dibidangnya, antara lain: Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, YM. Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M., dan Ketua Program Studi Manajemen Informatika STMIK Widya Pratama Pekalongan, Much. Rifqi Maulana, M.Kom.
Seminar Nasional dibuka secara langsung oleh Rektor UIN Gus Dur Pekalongan, Prof. Dr. H. Zaenal Mustakim, M.Ag. Dalam sambutannya Rektor menyampaikan bahwa Artificial Intelligence (AI) tidak akan pernah menggantikan peran manusia sepenuhnya, terutama dalam bidang hukum, karena kinerja AI ditentukan dari big data dan sistem yang sudah disetting, sementara perkara hukum diperlukan hati nurani yang mendalam dalam pengambilan keputusan yang tepat. Prof. Zaenal mengutip sebuah adagium dari bahasa Belanda "Het Recht Hink Achter De Feiten Aan", yang memiliki makna bahwa ilmu hukum adalah ilmu yang selalu tertinggal dengan peristiwa yang akan diatur. "Dalam keadaan masyarakat yang dinamis munculnya kasus-kasus yang baru ditemukan hanya di masa ini dan belum pernah sebelumnya ditemukan pada masa lalu. Menuntut aparat hukum melakukan perannya, dan hal ini tentu tidak bisa dilakukan oleh robot yang hanya berdasarkan sistem kendali saja, namun perlu melibatkan hati dan sosial kultural yang ada,". Ungkap Rektor.
Sementara, Dekan Fasya, Dr. Akhmad Jalaludin, M.A., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kehadiran narasumber, tamu undangan baik dari eksternal dan internal. Tercatat 285 mahasiswa hadir secara langsung di lokasi seminar. Dekan mengajak mahasiswa untuk menyampaikan gagasan pemikiran ilmu hukum kepada masyarakat. "Satu gagasan jika disampaikan oleh banyak orang akan menjadi lebih bermanfaat," jelasnya. "Kita harus menyambut kemajuan teknologi untuk pengembangan lembaga," imbuhnya.Prof. Amran Suadi memaparkan jika robot menjadi hakim maka sebuah perkara hanya akan ada hitam putih saja tanpa adanya keadilan yang jelas. "Cetak biru pembaruan peradilan di Indonesia yang sudah disusun sejak tahun 2010-2035 arah pembaruan teknologi informasi yang mendukung seluruh kerja peradilan untuk mencapai efektivitas, transparan dan akuntabel, jadi kedepan akan dibangun IT yang lebih canggih untuk mendukung," tutur Prof. Amran.
Lebih lanjut Prof. Amran menambahkan kemajuan teknologi tentu bukan sebuah hal yang bisa dibendung, untuk itu Mahkamah Agung juga memanfaatkan hal tersebut namun pada skala tertentu, seperti pendaftaran perkara, pembayaran biaya dan pembagian jadwal sidang perkara. "Keadilan adalah metabolisme, karena keadilan ditentukan dari stimulus dan lokus, seperti halnya yang dilakukan Hakim terhadap sebuah perkara mulai dari menganalisis penyebab, menyelidiki hingga memberikan putusan," tambah Prof. Amran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H