Kadaver adalah bagian terpenting dalam pembelajaran atau perkuliahan anatomi, baik dalam bidang kedokteran manusia ataupun kedokteran hewan. Dalam kedokteran hewan sendiri, penggunaan kadaver ditujukan agar mahasiswa dapat mengetahui struktur anatomi tubuh hewan dengan mengobservasi dan mengamati secara langsung. Hanya saja, metode pengawetan kadaver yang digunakan saat ini masih bergantung pada penggunaan formalin sebagai bahan pengawet pencegah autolisis atau pembusukan.
Formalin sendiri merupakan bahan kimia pengawet yang umumnya dalam konsentrasi 10% dapat mencegah terjadinya autolisis yang ditimbulkan oleh bakteri, virus, fungi, atau patogen lainnya. Oleh karena itu, formalin digunakan sebagai bahan pengawet karena caranya yang mudah dan harganya yang murah. Hanya saja, kadaver yang diawetkan dengan formalin ini mempunyai beberapa kekurangan ketika digunakan, misalnya paparan formalin dalam jumlah rendah dapat menimbulkan iritasi pada panca indra seperti mata, hidung, dan kulit, sementara paparan dalam jumlah tinggi dapat memicu penyakit saluran pernapasan bawah. Formalin juga merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik (memicu kanker), sehingga berbahaya jika terpapar dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu berbahaya bagi mahasiswa yang menggunakan kadaver formalin dalam proses pembelajarannya.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meminimalisir efek samping formalin ini adalah menggunakan metode pengawetan alternatif yang disebut plastinasi. Plastinasi adalah metode pengawetan yang bekerja dengan mengganti cairan dan lemak di dalam kadaver menjadi komponen sintetis seperti silikon. Teknik ini pertama kali digunakan pada tahun 1977 oleh ilmuwan Jerman bernama Gunther von Hagens. Berbeda dengan pengawetan formalin, teknik ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan itu terdiri dari fiksasi, dehidrasi, impregnasi, dan curing (pengerasan).
Tahapan fiksasi adalah tahap dimana kadaver yang ingin diawetkan direndam di dalam formalin 10% dengan tujuan fiksasi atau mencegah autolisis, tahapan dilanjutkan dengan dehidrasi menggunakan aseton murni untuk mengeluarkan cairan seperti darah dan lemak dari kadaver. Tahap terpenting dalam plastinasi adalah impregnasi, kadaver akan direndam di dalam silikon cair di dalam ruang vakum agar silikon tersebut masuk sepenuhnya ke dalam kadaver. Tahap terakhir adalah curing atau pengerasan yang ditujukan untuk mengeraskan silkon cair, sehingga kadaver dapat mengeras dan siap digunakan.
Hasil akhir dari pengawetan plastinasi ini adalah organ dengan struktur anatomi yang menyerupai aslinya, kering, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi, tidak beracun, dan dapat disimpan dalam ruangan tanpa harus direndam atau diberi bahan kimia tambahan. Melalui metode alternatif ini, diharapkan kadaver yang digunakan oleh mahasiswa dapat memberi rasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran, sehingga hasil pembelajaran mahasiswa menjadi maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H